KBR, Jakarta- Badan Pusat Statistik mencatat jumlah ekspor impor pada Juli 2016 merosot. Kepala BPS, Suryamin, mengatakan penurunan disebabkan jumlah hari kerja efektif pada bulan tersebut hanya 16 hari, terpotong oleh libur Lebaran.
Total ekspor bulan Juli mencapai 9,51 miliar US$. Angka ini turun 26,67% bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Dibanding Juli 2015, terjadi penurunan 17,02%.
Kata Suryamin, industri manufaktur menjadi penyumbang terbesar bagi jumlah ekspor hingga Juli 2015.
"Ekspor kita, ekspor industri manufaktur ya tetap masih yang tertinggi ya. Dengan nilainya 60,86 miliar US$. Dengan kontribusinya, share terhadap total ekspor kita 76,96%. Meningkat dibandingkan tahun lalu share-nya. Tetapi nilainya terjadi penurunan 5,58% dari 64,45 jadi 60,86 miliar US$," kata dia di kantor BPS, Senin(15/8).
Sepanjang 2015, industri manufaktur berkontribusi 18,1% bagi Produk Domestik Bruto Indonesia. Tahun lalu, sektor ini menghasilkan Rp 2,097 kuadriliun. Pendapatan itu dihasilkan dari industri makanan dan minuman, barang logam, alat angkutan, serta indusri kimia, farmisi, dan obat tradisional.
Suryamin berharap pemerintah fokus mendorong perkembangan sektor ini. Ia berharap impor bahan baku dapat semakin ditekan. Hingga Juli 2016, impor bahan baku menurun 12,31% dibandingkan tahun lalu. Tahun ini, Indonesia sudah mengimpor bahan baku dengan total nilai 55,89 miliar US$. Sementara tahun lalu, untuk rentang waktu Januari hingga Juli, Indonesia mengimpor hingga 63,6 miliar US$.
"Kalau impor bahan baku kalau kita lihat perilaku kinerja industri manufaktur sedang cukup bagus mudah-mudahan impor bahan baku menurun, supply dalam negeri ini juga bisa. Ini dorongan pemerintah juga karena dalam PDB 1 semester industri manufaktur sedang menggeliat. Kalau menggeliatnya bisa menggunakan bahan baku dalam negeri dan dipasarkannya di dalam negeri sehingga impor beberapa komoditi itu jadi lebih baik."
Pertumbuhan di industri manufaktur akan membantu pemerintah mengatasi tingginya impor barang-barang konsumsi. Suryamin memperingatkan pemerintah harus memperhatikan sektor konsumsi rumah tangga. Pasalnya, angka impor untuk barang-barang konsumsi rumah tangga terus meningkat.
Untuk tahun ini, impor barang konsumsi hingga Juli 2016 sudah mencapai 6,88 miliar US$. Tahun lalu, impor di sektor ini hanya 6,13 miliar US$.
"Mudah-mudahan dengan industri manufaktur bergerak, bisa mensupply untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri."
Penurunan ekspor impor ini terjadi hampir di semua sektor. Sektor migas maupun non migas pada bulan Juli tidak luput dari penurunan. Dengan tahun sebelumnya, sektor migas mengalami penurunan 12,02% dan non migas 8,78%. Semua barang ekspor tersebut masih terpusat di Jawa Barat, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, dan Kalimantan Selatan.
"Migas turun 15,89%% dari 1,1 miliar US$ jadi 1 miliar. Sementara non migas turun 27,7% dari 11,7 miliar US$ menjadi 8,52 miliar US$."