KBR, Jakarta - Pengamat Terorisme Taufik Andrie meminta penegak hukum untuk membatasi komunikasi terpidana terorisme yang ada di penjara.
Menurut dia, terpidana terorisme memiliki metode khusus untuk menghubungi kelompoknya dan mengelabui petugas Lembaga Pemasyarakatan. Karenanya, meski sudah dibatasi, biasanya terpidana memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk bisa berkomunikasi dengan kelompoknya.
Menurut Taufik, ini penting dilakukan untuk untuk mencegah berkembangnya jaringan
terorisme yang dikendalikan dari dalam lembaga pemasyarakat.
"Kecolongan atau tidak kecolongan, kelompok radikal ini memiliki
strategi baru untuk merumuskan komunikasi baru antara yang di dalam lapas
dengan pengunjung, pengikut mereka, teman-teman mereka. Selalu ada cara baru
yang digunakan untuk mensiasati aturan atau hambatan yang dibuat aparat hukum.
Mekanismenya macam-macam bisa melalui kunjungan biasa, komunikasi melalui
internet, smartphone, surat menyurat dan lain-lain. Ini seperti kejar-kejaran,"
jelas pengamat terorisme Taufik Andrie kepada KBR, Minggu (16/8/2015).
Sebelumnya, tiga terduga teroris yang ditangkap
Densus 88 di Solo, Jawa Tengah adalah kelompok Badri Cs. Kelompok ini memiliki
keahlian merakit bom dan sempat meledakkannya di Beji, Depok. Ketiganya,
diketahui aktif berkomunikasi dengan Badri Cs dan mendapatkan perintah dari
Badri dari dalam lembaga pemasyarakatan Kedungpane, Semarang. Dalam penangkapan
tersebut, kepolisian menemukan 21 bom berdaya ledak tinggi.
Polisi menyebut tiga teroris itu siap meledakkan bom pada 17 Agustus besok.
Editor: Citra Dyah Prastuti