KBR,Jakarta- Kabareskrim Mabes Polri mengaku hingga saat
pihaknya masih mencari celah ada atau tidaknya unsur pidana terkait
kasus dugaan penimbunan sapi oleh PT TUM dan PT BPS yang disinyalir
menjadi pemicu kelangkaan stok daging sapi di pasaran.
Hal tersebut diungkapkan Kombes Pol Budi Waseso di komplek Mabes Polri, Jumat, (28/8/2015). Ia mengklaim saat ini pihaknya tengah mendatangkan beberapa saksi ahli untuk dijadikan pertimbangan dalam penyidikan. Namun saat ditanya identitas saksi ahli tersebut ia tidak mau berkomentar dengan alasan strategi penyidikan.
"Sudah ada pemeriksaan saksi kita dalami lagi yang mengarah
kepada terpenuhinya unsur itu terhadap unsur pidana. (Sudah ada saksi
ahli lagi?) udah ada saksi ahli tambahan. (Celahnya sudah ketemu?)
Insyallah, ada yang bisa kita terapkan pasal itu yang berkaitan dengan
masalah daging sapi kemarin," katanya, Jumat (28/8/2015)
Budi mengatakan, pihaknya akan tetap melanjutkan proses penyidikan hingga dapat memastikan ada atau tidaknya unsur pidana pada kasus ini. Saat ditanya kapan proses penyidikan selesai, ia mengklaim pihaknya akan menyelesaikan proses ini sesegera mungkin.
Awalnya, penyidik yang dipimpin langsung Kepala Bareskrim Polri Komjen Budi Waseso menggerebek dua tempat penggemukan di Tangerang, Rabu (12/8/2015). Pada dua tempat itu, penyidik menemukan 21.933 sapi, yang sekitar 5.000 di antaranya siap potong.
Tiga pemilik tempat penggemukan berinisial BH, PH, dan SH, beberapa orang karyawannya, serta pejabat Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan diperiksa atas kasus itu sebagai saksi. Penyidik menggunakan Pasal 29 juncto Pasal 107 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan untuk menjerat sang pengusaha tempat penggemukan.
Namun, saat gelar perkara yang dilaksanakan pada Senin (24/8/2015), tiga saksi ahli pejabat Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, menyebutkan bahwa aksi menahan stok sapi itu tidak termasuk unsur penimbunan barang penting. Dasar saksi ahli itu adalah Pasal 11 ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.
Ayat (1) berbunyi "Dalam hal terjadi kelangkaan barang, gejolak harga dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang, barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dilarang disimpan di gudang dalam jumlah dan waktu tertentu".
Adapun ayat (2) pasal yang sama berbunyi, "Jumlah
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu jumlah di luar batas
kewajaran yang melebihi stok atau persediaan barang berjalan, untuk
memenuhi pasar dengan waktu paling lama tiga bulan, berdasarkan catatan
rata-rata penjualan per bulan dalam kondisi normal".
Artinya, jika rata-rata penjualan di feedlotter itu 150 ekor per hari, jumlah yang masuk kategori penimbunan sekitar 13.000 sapi. Sementara itu, pada dua feedlotter itu, penyidik hanya mendapati 5.000-an sapi sehingga temuan tersebut tidak termasuk kategori penimbunan.
Editor: Malika