KBR, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gede Pasek Suardika menilai Undang-Undang (UU) Panas Bumi berpotensi mengancam keamanan masyarakat adat di hutan lokasi pengelolaan panas bumi.
Ia mencontohkan sejumlah masyarakat adat di Bali menolak pembangunan Pembangkit Listrik Panas Bumi di kawasan hutan Bali. Aksi protes ini bisa menyebabkan masyarakat adat dipenjara.
"Ada ketentuan pidana (UU Panas Bumi) baik pasal 73 mau pun pasal 74. Di mana di sini diatur setiap orang dengan sengaja menghalangi atau merintangi perusahaan panas bumi dan lain sebagainya. Itu diancam pidana penjara tujuh ton atau pidana denda paling banyak Rp 70 miliar,” kata Gede Pasek.
“Ketika ini dikeluarkan izin, kemudian tidak cocok dengan adat di daerah kami misalnya. Apakah kemudian mereka yang menentang akan dikenai pidana seperti ini.”
Sementara itu Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (Menteri ESDM) Jero Wacik mengklaim UU Panas Bumi sudah mengatur keamanan masyarakat adat di hutan tempat pengelolaan panas bumi. Menurutnya, izin pengelolaan panas bumi baru bisa dikeluarkan jika masyarakat adat menyetujui pengelolaannya.
Sebelumnya DPR RI resmi mengesahkan UU Panas Bumi, Selasa (26/8). Dalam UU tersebut perusahaan pengelola panas bumi diizinkan merambah panas bumi yang ada di hutan produksi dan hutan lindung.
Editor: Antonius Eko