KBR, Jakarta - Vonis pencabutan hak politik kepada terdakwa Atut Choisiyah dinilai akan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi politik. Menurut Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Oce Madril, langkah jaksa KPK menuntut pencabutan hak politik sudah tepat.
Kata dia, korupsi politik yang dilakukan oleh Atut sudah menciderai kepercayaan masyarakat di bidang politik. Sehingga perlu diberikan hukuman pencabutan hak dipilih dan memilih.
"Sebetulnya dengan dia diberikan hukuman sekian puluh tahun dia otomatis tidak bisa berpartisipasi dalam pemilukada dan lain sebagainya. Sebetulnya, tidak hanya itu alasan pencabutan hak politik, tetapi lebih substanstif. Kita ingin memberikan pelajaran moral bagi bangsa ini bagi mereka yang terlibat dalam kejahatan demokrasi, pemerintahan atau korupsi politik, selayaknya diberikan hukuman tambahan berupa pencabutan hak-hak politik karena mereka sudah mempermaikan suara masyarakat," ungkap Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Oce Madril ketika dihubungi KBR, Minggu (31/8).
Gubernur Banten non-aktif, Atut Choisiyah, besok dijadwalkan akan menjalani vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta terkait suap sengketa pilkada di Kabupaten Lebak, Banten.
Sebelumnya, Gubernur Banten non-aktif, Atut Choisiyah dituntut hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 250 juta. Selain itu, jaksa KPK juga menuntut pencabutan hak politik Ratu Atut. Tidak hanya Atut Choisiyah yang dituntut pencabutan hak politiknya, bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dan bekas Korlantas Polri Djoko Susilo juga dituntut hukuman yang sama.
Editor: Quinawaty Pasaribu