KBR, Jakarta - LSM Migrant Care menganggap Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) ikut melanggengkan budaya eksploitasi terhadap Tenaga Kerja Indonesia. Padahal badan itu seharusnya berperan menaungi kepentingan TKI
Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, merasa BNP2TKI sama sekali tidak mendorong reformasi kesejahteraan TKI. Anis menyampaikan hal ini saat ditemui di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"BNP2TKI melanggengkan apa yang terjadi pada era sebelumnya. Jadi rezim eksploitasi yang berlangsung pada tahun 1986, ketika mulai ditetapkan ada pengelolaan kepulangan TKI itulah dilanjutkan oleh rezin BNP2TKI,” tuding Anis.
Anis menilai bahwa kasus pemerasan TKI ini tidak hanya melibatkan BNP2TKI, tapi juga banyak institusi lain. Anis berharap pihak-pihak ini ditelusuri peran dan kebijakannya.
"Saya kira melibatkan banyak institusi, karena sejarah pengelolaan terminal TKI juga dikelola oleh banyak pihak. Mulai dari polisi, TNI, Angkasa Pura II. Kemudian APJATI, Kemenakertrans, BNP2TKI," kata Anis.
Menurut Anis, kasus eksploitasi TKI ini sudah terjadi sejak tahun 1986, dengan tingkat kasus pemerasan menimpa hampir setengah dari 800 orang TKI yang tiba setiap harinya. Akan tetapi, kasus eksploitasi TKI ini tidak pernah disentuh ataupun direspon banyak pihak, meskipun Anis mengaku pihak Migrant Care sudah berulang kali berusaha melakukan advokasi.
Anis menghitung ada sekitar 10 modus yang biasa digunakan untuk memeras TKI, mulai dari meminta uang untuk jasa porter, hingga memaksa TKI untuk menukar mata uang asing yang dimilikinya dengan nilai tukar yang rendah.
Migrant Care, Rabu (6/8) siang tadi, datang ke KPK untuk menggabungkan data tentang pemerasan TKI dan data advokasi yang sudah dilakukan Migrant Care. Selain membawa data, Migrant Care dan KPK juga akan mendiskusikan advokasi strategis untuk membongkar praktik korupsi dan kolusi pada prosedur penerimaan TKIke depannya.
Pertemuan antara Migrant Care dan KPK ini merupakan bentuk tindak lanjut dari inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan KPK di Bandara Soekarno-Hatta pada 26 Juli 2014 kemarin.
Editor: Antonius Eko