KBR, Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai pemungutan suara dalam Pilpres dengan sistem noken dan ikat (diwakilkan kepada tetua adat) adalah pelanggaran HAM.
Hal ini terkait temuan pelanggaran dalam penyelenggaraan Pilpres 2014 di Papua yang sedang dipermasalahkan oleh tim Prabowo-Hatta di Mahkamah Konstitusi. Dari pemantauan langsung Komnas HAM saat Pilpres di Papua, ditemukan pencoblosan sistem Noken.
Dalam rilis persnya, Komnas HAM mengatakan sistem noken dan ikat ini tidak sesuai dengan parameter-parameter HAM yang diterima secara internasional oleh anggota PBB yakni “free and fair election”.
Dalam parameter HAM ini disebutkan pemilu harus diselenggarakan dengan jaminan iklim kebebasan; bebas berpendapat, berkumpul dan berorganisasi. Hal ini bertolak belakang dengan sistem noken dan ikat.
“Sistem noken dan ikat menghalangi warga negara untuk menentukan pilihannya secara langsung, karena mereka diwakili oleh tetua adat. Pemilih juga tidak bebas menentukan pilihan dan bebas dari pemaksaan pihak lain, karena tetua adat yang mewakili mereka tidak bisa dikontrol memilih kontestan yang mana, dan jika tidak mau mewakilkan akan mendapatkan sanksi adat,” tulis Komnas HAM dalam rilis pers.
Selain itu sistem ini juga tidak sesuai dengan Prinsip Paris yang mengatur tentang kesetaraan manusia. Hak untuk memilih yang seharusnya dimiliki setiap warga negara Indonesia ternyata secara istimewa hanya dimiliki oleh tetua adat saja.
Komnas HAM mengatakan hal ini akan menjadi tugas yang harus dikerjakan setelah tahapan penyelenggaraan Pilpres 2014 selesai. Mereka akan melakukan pemantauan lanjutan dan pengkajian terhadap sistem noken dan ikat tersebut secara lebih komprehensif.
Editor: Antonius Eko