KBR, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika mengaku tidak bisa menutup tujuh situs palsu yang beredar saat ini. Ketujuh situs itu merupakan situs yang mirip dengan situs berita nasional seperti tempo.co, kompas.com dan detik.com. Namun berita-berita yang disajikan tidak bisa dipertanggungjawabkan dan cenderung berbau fitnah.
Juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ismail Cawidu mengatakan, berdasarkan hasil penelusuran Kemenkominfo, ketujuh situs tersebut menggunakan dua server asal Amerika. Meski begitu, Kemenkominfo mengklaim sudah memblokir situs tersebut sejak Rabu (30/7) lalu.
"Sejak dua hari yang lalu kita sudah resmi kirim surat ke ISP dan ISP sudah menanggapi dan sekarang sudah terblokir itu. Kalau asal negaranya dari Amerika dan hasil pelacakan kita itu ternyata berpindah pindah, jadi tidak bisa dilacak lagi,” kata Ismail kepada KBR, Jumat (1/8).
“Kalau itu servernya di luar negeri kita tidak bisa tutup, yang bisa kita lakukan hanya memblokir,” tambahnya.
Sementara itu, Pakar teknologi informasi Rusmanto mengatakan, pemblokiran hanya mampu mengurangi potensi akses masyarakat dalam negeri. Situs-situs tersebut masih bisa diakses melalui server yang tidak resmi.
Ia mengakui pemblokiran merupakan upaya maksimal yang mampu dilakukan pemerintah saat ini. Pasalnya, server tersebut berada di luar negeri, sehingga dibutuhkan lobi antarnegara guna menutup semua situs itu.
"Akses di internetnya diblok, bisanya paling hanya seperti itu. Kalau diblok, orang masih bisa mengakses dari jalur lain kan. yang tidak lewat diblok, tapi paling bisa mengurangi, akses yang melalui jalur resmi, ISP-ISP yang resmi itu, bisa keblok semua," kata Rusmanto.
Tujuh situs palsu yang marak beredar terancam UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Pemilik situs bisa dijerat hukuman delapan tahun penjara atau denda Rp 2 miliar.
Tujuh situs palsu yang menyerupai situs berita nasional itu muncul beberapa pekan terakhir. Namun berita yang disampaikan memuat informasi bohong seputar Pemilu Presiden 2014. Salah satu beritanya yakni Ketua KPU Resmi Menjadi Tersangka.
Editor: Antonius Eko