KBR, Jakarta – Bangsa Indonesia, di usia kemerdekaan yang ke-69 tahun masih harus berjuang untuk keluar dari rasa takut dan melindungi kebebasan beragama.
Pengajar Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, F. Budi Hardiman mengatakan, dua kebebasan itu adalah bagian dari empat kebebasan versi Presiden Amerika Serikat ke-32 yang sangat berpengaruh, Franklin Delano Roosevelt. Menurut Budi, kebebasan beribadat , termasuk beragama dan mempunyai suara hati, dan kebebasan dari rasa takut belum sepenuhnya dimiliki bangsa ini.
“Setiap kali kita mengalami perubahan kondisi politik dan sosial, pemilu misalnya, kita ada dalam kecemasan baru, rasa takut baru, lalu juga bangkitnya kelompok-kelompok garis keras yang juga menggunakan sarana media massa, itu juga menimbulkan rasa takut,” kata Budi Hardiman kepada Portalkbr, Selasa (12/8).
Dua kebebasan lainnya yakni kebebasan berbicara dan kebebasan memuaskan kebutuhan hidup, kata Budi, relatif telah bisa dipenuhi negara.
Masih adanya ketakutan dan ketidakbebasan beribadat, menurut Budi Hardiman, membuat kemerdekaan di Indonesia belum sempurna. Sebab, kemerdekaan dan kebebasan mempunyai dua makna yaitu “bebas dari” dan “bebas untuk”.
“Kita sudah ‘bebas dari’ penjajahan dan belenggu-belenggu lainnya, tetapi tentang ‘bebas untuk’, bagaimana suatu bangsa mendeterminasi diri, menentukan nasibnya sendiri, menjadi matang dan dewasa mengambil keputusan dalam dirinya, masih kurang,” tutur peraih Doktor Filsafat tahun 2001 di Munich, Jerman, tersebut.
Kondisi itu, kata Budi, bisa dlihat dari masih maraknya kasus intoleransi beragama dan tindakan sejumlah kalangan yang menstigmatisasi orang-orang yang berbeda kepercayaan sebagai ancaman. Sementara, di satu sisi negara tidak serta-merta memberi jaminan pada si korban, malah terkadang negara menolerir kelompok yang intoleran.
Soal kebebasan dari rasa takut, ia juga memberi contoh soal munculnya kelompok pendukung Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia. Menurutnya, masyarakat kurang diproteksi oleh negara dalam hal ini.
“Aparat negara harus tegas, bukan hanya mengimbau, tapi mengambil sikap pada orang-orang yang terlanjur pergi ke negeri lain (Irak, red.), yang bertentangan dengan konstitusi kita. Kalau (negara) mau mengatakan mereka tidak lagi disebut sebagai warga negara Indonesia karena berjuang untuk negara lain, harus tegas implikasinya. Jadi jangan hanya dijadikan komoditas politis,” tandasnya.
Butuh Upaya Kolektif
Budi Hardiman mengakui, Indonesia di usia ke-69 yang masih muda untuk ukuran sebuah bangsa, sudah bisa berdemokrasi. Padahal dari sejarah peradaban, kata dia, butuh waktu yang cukup lama hingga satu abad bagi sebuah bangsa untuk mematangkan diri.
“Meski demikian, sangat wajar, seharusnya bisa lebih cepat lagi (berdemokrasi) karena sarana-sarana komunikasi tersedia dan juga dunia berubah lebih cepat dalam abad-abad yang silam,” ungkap ahli filsafat kelahiran Semarang, 31 Juli 1962 itu.
Dalam kondisi demokrasi ini, lanjut dia, butuh upaya kolektif dari pemimpin negara dan warganya untuk menjamin kebebasan dari rasa takut dan menjaga kebebasan beribadat.
“Inisiatornya adalah sistem politik dalam masyarakat kita. Jaminan-jaminan yang dijanjikan dalam konstitusi harus serius dijabarkan dalam tindakan dan kebijakan politik. Kalau ini bisa dijaga oleh sistem poliitik dan kepemimpinan, maka kebebasan dari rasa takut dan kebebasan beribadat pelan-pelan akan dibenahi,” tutur Budi yang kini juga aktif memimpin Pusat Penelitian STF Driyarkara.
Namun, kata Budi, semua itu tidak akan terjadi dengan sendirinya, harus ada perjuangan segenap kalangan di masyarakat. Menurutnya, peluang sudah disediakan oleh iklim demokrasi dan tinggal mengaktifkan gerakan sosial di tengah masyakarat.
“Kemerdekaan bukan sesuatu yang terberi begitu saja tapi hasil perjuangan. Dan dalam proses selanjutnya, memaknai kemerdekaan akan terkait erat dengan bagaimana mempertahankan kemerdekaan, dalam hal ini dari hal yang mengancam ancaman demokrasi,” imbuhnya.
Singkat kata, tambah Budi, memaknai kemerdekaan dilakukan dengan memperjuangkan hak asasi manusia.
“Sehingga negara kita ini menjadi sebuah negara dengan peradaban hak asasi manusia,” pungkasnya.
Bangsa Indonesia, di usia kemerdekaan yang ke-69 tahun masih harus berjuang untuk keluar dari rasa takut dan melindungi kebebasan beragama.

NASIONAL
Kamis, 14 Agus 2014 18:07 WIB


Usia ke-69, Kemerdekaan di Indonesia
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai