KBR68H, Jakarta - Informasi marak berdirinya posko mudik partai politik di simpul-simpul arus mudik terus berdatangan. Yang pada lima tahun sebelumnya tak agresif, pada tahun ini pun gencar mempublikasikan posko mudiknya. Partai pendatang baru pun tak mau ketinggalan; Partai Nasdem misalnya, berani menyediakan 8 pos arus mudik yang nyaman di jalur selatan dan utara Jawa. Kenapa parpol saling berebut menyediakan posko mudik? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Quinaway Pasaribu dengan Direktur Perludem Titi Anggraini dalam program Sarapan Pagi.
Parpol sibuk urus mudik, mendirikan posko sampai menyediakan akomodasi, bagaimana tanggapan anda soal itu?
Sebenarnya tidak ada masalah juga kalau memang mereka punya program mengurus mudik. Yang jadi soal adalah ketika mereka mengurusi mudik, terus tebar jargon-jargon, dan sebagainya mereka cenderung mencari kesalahan untuk proses-proses lain yang juga mereka kawal kualitas calon dan Daftar Pemilih Sementara. Banyak masyarakat sipil yang mengkritisi soal kualitas DPS, masyarakat misalnya diajak bersama-sama mengontrol nama-nama yang ada di DPS sudah terdaftar atau belum, terdaftar ganda atau tidak. Memang ada partai-partai yang bersuara terhadap DPS tapi kita lihat tidak merata, mereka lebih fokus kepada proses-proses yang sifatnya pencitraan. Masalahnya disini diperlukan kejelian kita sebagai pemilih untuk menyaring benar-benar partai politik yang punya rekam jejak mana yang sekadar menjadi Sinterklas jelang pemilu saja dan mana yang memang melakukan kerja-kerja kepartaian secara konsisten. Karena yang namanya jelang pemilu itu orang lebih sibuk membangun citra baik ketimbang menjalankan peran-peran yang mestinya mereka jalankan.
Lewat cara-cara seperti ini anda melihat efektifitasnya cukup besar?
Pertama memang tidak ada larangan bagi mereka sejauh ini misalnya membangun posko pemberhentian, memberikan informasi soal arus mudik, dan sebagainya. Tapi yang hati-hati adalah menyerempet ke praktik-praktik politik uang, mestinya kita menghindari bentuk-bentuk kampanye yang lebih mengedepankan unsur-unsur material kepada pemilih ketimbang hal-hal substansial. Saya kira kalau sekadar memberi informasi mudik dan sebagainya masih bisa dipahami bagian kontribusi kepada publik. Cuma rambu-rambu yang kita harus hati-hati ketika tiba-tiba partai memberi materi yang sangat banyak, itu patut dicurigai oleh pengawas pemilu.
Kalau misalnya sekarang ini partai-partai memberi fasilitas mudik kepada siapapun, mereka menyediakan bus-bus kemudian di dalamnya ada fasilitas bermacam-macam. Ini bisa diindikasikan sebagai politik uang?
Kalau Undang-undang Pemilu No. 8 Tahun 2012 mengatakan bahwa politik uang adalah kegiatan misalnya mengajak pemilih menggunakan suaranya atau tidak menggunakan suaranya misalnya mengiming-imingi dengan memberi barang, uang atau jasa untuk mencoblos si calon.
Jadi jasa untuk mengangkut para pemudik termasuk ya?
Makanya mesti dilihat unsur-unsurnya terpenuhi atau tidak. Pemilu kita memang menyaratkan keterpenuhan unsur. Jadi betul-betul ada spesifik untuk ajakan memilih dirinya atau tidak memilih peserta pemilu tertentu itu patut menjadi perhatian Panwaslu.
Kalau ajakannya berupa misalnya lewat stiker itu sudah termasuk?
Kalau semua unsurnya terpenuhi, kalau bicara konteks hukum formal ya sudah termasuk. Ada ajakan, kemudian ada barang dan jasa yang ditawarkan. Oleh karena itu harus dibedakan antara kegiatan-kegiatan yang sifatnya sosial murni dengan kegiatan sosial yang dipolitisir. Kalau memang garis partai berbasis sosial, punya kepedulian, kenapa segala sesuatu harus dipolitisasi termasuk persoalan mudik, ini tidak benar. Akhirnya melihat partai menyediakan sesuatunya tidak pernah tulus kepada rakyat, itu juga mesti jadi pembelajaran bagi kita. Kalau memang partai tulus, ingin memberi kontribusi kepada rakyat ya sudahlah aktifitas-aktifitas dimaknai bagian dari proses berkontribusi untuk publik. Jangan lagi dipolitisasi untuk hal-hal yang berlebihan.
KPU perlu keluarkan aturan khusus soal ini?
Aturan yang ada sebenarnya sudah cukup. Tinggal di lapangan kita ingin melihat partai ini mendidik, tidak kemudian melakukan gaya-gaya politik transaksional tapi tidak ada unsur apa yang ditawarkan partai untuk program ke depan, apa visi misi partai yang ditawarkan. Kita tidak dibekali misalnya partai ini mau melakukan apa untuk negara kita. Jadi kampanye keberadaan partai itu punya peran-peran untuk melakukan pendidikan politik. Ketika misalnya persoalan mudik dan sebagainya saya kira kita tidak bisa juga melarang partai untuk melakukan sesuatu untuk rakyat. Yang jadi soal ketika bobot pencitraan itu kemudian dilakukan berlebihan, belum lagi itu kalau dilakukan di masa kampanye dananya harus dicatat.
Ini termasuk juga harus diaudit dana untuk mudik gratis ini ya?
Benar. Nanti kita masyarakat harus melihat ada partai misalnya sangat luar biasa mengerahkan finansial untuk memfasilitasi rakyat mudik kok di laporan keuangan dan laporan dana kampanye tidak ada itu jadi soal, dari mana uangnya itu juga harus jadi kritisasi dari kita.
Parpol Sibuk Urus Posko Mudik Lebaran daripada Permasalahan DPS
KBR68H, Jakarta - Informasi marak berdirinya posko mudik partai politik di simpul-simpul arus mudik terus berdatangan.

NASIONAL
Kamis, 01 Agus 2013 14:56 WIB


parpol, posko mudik, masalah DPS
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai