Bagikan:

TNI-Polri Dilibatkan Pendisiplinan di Sekolah Rakyat, JPPI: Membunuh Nalar Kritis Anak

Pendidikan militer itu dibangun atas dasar kepatuhan buta atasan terhadap bawahan.

NASIONAL

Kamis, 17 Jul 2025 19:00 WIB

Sekolah Rakyat Dimulai, Pro Kontra Dituai

Anggota TNI AD memberikan materi Peraturan Baris Berbaris (PBB) di Sekolah Rakyat Sentra Mahatmiya Bali, Tabanan, Bali, Kamis (17/7/2025). ANTARA FOTO/Nyoman H

KBR, Jakarta- Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengkritik langkah pemerintah melibatkan TNI dan Polri dalam pelaksanaan Sekolah Rakyat (SR). Pelibatan kedua institusi itu diklaim pemerintah untuk membangun kedisiplinan siswa.

Namun, menurut Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji, pelibatan TNI-Polri berpotensi membunuh nalar kritis anak.

"Saya pikir militerisasi di dunia pendidikan itu enggak ada relevansinya dan justru membahayakan bagi tumbuh kembang anak. Jadi, pendekatan militeristik itu tidak cocok dengan pendekatan yang mestinya digunakan institusi sipil di sekolah. Dan itu bisa membunuh nalar kritis anak, bisa membonsai cara berpikir anak yang bebas, yang merdeka, yang tidak dibawa tekanan," kata Ubaid kepada KBR, Kamis (17/7/2025).

Ubaid menilai, pendekatan militer kerap kali dibangun atas dasar kepatuhan. Sehingga tidak tepat diterapkan di dunia pendidikan yang lebih mengedepankan dialog.

"Sementara pendekatan militer dalam pendidikan tentu bertolak belakang dengan visi pendidikan mencerdaskan dan memerdekakan. Karena pendidikan militer itu dibangun atas dasar kepatuhan buta atasan terhadap bawahan, tidak ada porsi perdebatan, tidak ada porsi nalar kritis, dan seterusnya itulah," tekannya.

Baca juga: Sekolah Rakyat Dimulai, Pro Kontra Dituai

"Jadi, mestinya distop gaya-gaya militeristik di lingkungan pendidikan dan tidak usah inilah, ya, pencitraan atau cari poin gara-gara presidennya ini bekas militer. Saya pikir enggak perlulah sekolah rakyat menggandeng militer itu, ya," ujar Ubaid.

Menurut Ubaid, mendisiplinkan siswa tidak harus melibatkan TNI atau Polri.

"Ya, membangun kedisiplinan itu, ya, harus mengajak anak-anak untuk memahami persoalan. Artinya kalau misalnya bicara soal kita punya aturan harus ditaati, ya, kita bisa berdiskusi, berdebat, belajar dari studi kasus, kita bisa diskusi kelompok untuk memahami sebuah aturan," kata Ubaid.

Pelajar mengikuti tes kebugaran saat hari pertama sekolah di Sekolah Rakyat jenjang SMA di Sonosewu, Kasihan, Bantul, Senin (14/7/2025). ANTARA FOTO/Andreas Fitri

Ubaid bilang, membangun kedisiplinan anak harus berangkat dari proses dua arah dan tidak menimbulkan ketakutan.

"Jadi, membangun kedisiplinan itu harus berangkat dari proses-proses penyadaran yang dibangun berlandaskan pengetahuan kesadaran kritis dan juga nalar, itu yang harus dilakukan proses-proses belajar semacam itu di sekolah yang harus dilakukan, bukan menakut-nakuti dengan sanksi dan juga hukuman itu."

Bukan Semimiliter

Pemerintah menjelaskan dalih pelibatkan dan Polri dalam Sekolah Rakyat (SR). Program baru dari Presiden Prabowo Subianto itu dilaksanakan di beberapa daerah mulai Senin, 14 Juli 2025.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan, TNI-Polri dilibatkan untuk mendisiplinkan anak.

"Membentuk kebiasaan baru yang lebih disiplin, taat aturan, dan kebiasaan hidup sehat. Kami bekerja sama dengan TNI Polri dalam hal membentuk kebiasaan baru yang lebih disiplin," kata Saifullah saat pembukaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah Rakyat di Sentul, Bogor, Senin, (14/7/2025).

Saifullah mengatakan, siswa Sekolah Rakyat akan tinggal di asrama. Mereka diklaim akan tinggal di lingkungan layak, nyaman, dengan fasilitas lengkap.

Tidak seperti sekolah pada umumnya, Sekolah Rakyat mewajibkan peserta didik cek kesehatan fisik. Salah satunya dilakukan di SRMA 19 di Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

Kepala Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta Endang Patmintarsih mengatakan, cek kesehatan dan fisik dilakukan sebagai langkah awal untuk mengetahui kondisi siswa secara keseluruhan.

Dia membantah cek kesehatan fisik merupakan bagian dari pendidikan semimiliter.

"Oh tidak (semimiliter). Anak-anak ini kan anak-anak yang maaf, yang tidak mampu. Maka dari sisi asupan, gizi dan lain sebagainya, kan pasti kurang, ya. Jadi, kesehatan ini bukan, sekali lagi, bukan menjadi kalau mereka ada penyakit nanti mereka tidak diterima, tidak menggugurkan mereka ke SRMA," katanya saat meninjau SRMA 19 di Kabupaten Bantul Yogyakarta, Senin, (14/7/2025).

Endang menjelaskan, siswa juga akan diperiksa gula darah dan TBC. Hasil pemeriksaan tidak akan mengguggurkan mereka bersekolah di SRMA tersebut. Jika pun saat pemeriksaan terdeteksi mengidap penyakit TBC, nantinya akan diobati supaya sembuh.

"Tetapi, kami harus mengetahui sisi kesehatannya. Maka disuruh lari itu bukan semimiliter, bukan. Memang itu standar, ya, untuk cek kesehatan, mereka harus lari 1,6 km standarnya," imbuhnya. 

Endang bilang, selama terdaftar menjadi siswa di SRMA, mereka akan mendapatkan pendampingan di asrama dan di kelas sehingga setiap siswa memiliki rekam catatan.

Siswa SRMA melakukan rangkaian cek kesehatan di di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS) DIY di Sonosewu, Kasihan, Bantul, Senin (14/7/2025). (KBR/Ken).


Masa Orientasi

Masa orientasi siswa SRMA berlangsung dua bulan. Pengenalan lingkungan dimaksudkan agar siswa bisa menyesuaikan dengan tempat tinggal baru, teman-teman baru, dan tenaga penidik baru.

"Jadi, butuh mengenal semuanya dengan disiplin. Termasuk untuk mengenal aturan-aturan yang berlaku di SRMA, ini butuh waktu," imbuh Endang.

Meski berlangsung dua bulan, Endang meyakini para siswa tidak akan ketinggalan pelajaran dengan sekolah lain. Ia mengklaim, pengenalan tersebut juga diisi pendidikan karakter yang berjalan beriringan.

"Mereka, kan, dari lingkungan pindah ke tempat baru, mereka harus tinggal di sini, maka butuh untuk pengenalan semuanya. Ada latihan baris-berbaris juga seperti sekolah umum, tetapi jangan berpikiran ini sekolah semimiliter. Tetapi, lebih ke disiplin, ini sangat penting karena di SR ini pendidikan karakter memang yang diutamakan selain menggali potensi mereka dan pelajaran-pelajaran lainnya," kata Endang.

Baca juga: Problematik: Sekolah Rakyat Ditangani Kemensos, Bukan Kemendikdasmen

Target 100 Sekolah Rakyat

Sekolah Rakyat dibentuk dengan dasar hukum Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, dan Keputusan Menteri Sosial Nomor 49/HUK/2025 tentang Tim Formatur Penyelenggaraan Sekolah Rakyat.

Pemerintah menargetkan 200 Sekolah Rakyat untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi masyarakat miskin. Nantinya, 100 SR dibangun dengan APBN dan didukung Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU).

Sisanya, dibangun dengan dukungan swasta, dan kerja sama melibatkan Kementerian BUMN dan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg).

Tahun ini, 100 SR ditargetkan beroperasi. Dari target itu, 64 sudah menandatangani kontrak kerja, tiga di antaranya masih memerlukan perbaikan dari KemenPU. Sementara 47 lainnya, dalam tahap survei.

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending