Bagikan:

Mempertanyakan Kapasitas Gibran Menyelesaikan Masalah di Papua

"Harapannya Gibran pahami dulu persoalan di Papua."

NASIONAL

Sabtu, 12 Jul 2025 09:00 WIB

Author

Siska Mutakin

Mempertanyakan Kapasitas Gibran Menyelesaikan Masalah di Papua

Wakil Presiden Gibran Rakabuming. Foto: ANTARA

KBR, Jakarta- Presiden Prabowo akan menugaskan Wakil Presiden Gibran Rakabuming untuk mempercepat pembangunan dan mengatasi sejumlah permasalahan di Papua.

Hal itu disampaikan Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra saat membuka peluncuran Laporan Tahunan Komnas HAM, awal bulan ini.

“Ya, itu yang saya kira ini pertama kali presiden akan memberikan penugasan kepada wakil presiden untuk penanganan masalah Papua ini. Karena memang sampai hari ini belum ada penugasan khusus dari presiden dan biasanya itu dengan keppres,” kata Yusril Ihza Mahendra, saat membuka peluncuran Laporan Tahunan Komnas HAM, Rabu, (02/07).

Yusril menyebut, selain fokus pada pembangunan fisik, tugas ini juga mencakup penanganan isu-isu hak asasi manusia (HAM) dan pendekatan aparat keamanan dalam menangani persoalan Papua.

Kata dia, tak menutup kemungkinan akan ada kantor bagi wakil presiden di Papua selama menjalani penugasan khusus tersebut.

Gibran Siap ke Mana pun

Menanggapi rencana itu, Wakil Presiden Gibran Rakabuming mengaku siap menjalankan tugas memimpin percepatan pembangunan di Papua.

"Saya sebagai pembantu presiden siap ditugaskan ke mana pun, kapan pun, dan ini kan melanjutkan kerja keras dari Pak Wapres Maruf Amin untuk masalah Papua," ujar Gibran di Klaten, Jawa Tengah, Rabu, dikutip dari ANTARA.

Gibran mengatakan, penugasan dirinya merupakan kelanjutan dari upaya yang telah dilakukan Wakil Presiden ke-13 RI Ma'ruf Amin. Gibran mengklaim, keterlibatannya dalam isu Papua bukanlah hal baru.

"Kami sebagai pembantu presiden siap ditugaskan di mana pun, kapan pun. Dan saat ini kita menunggu perintah berikutnya. Kita siap, kita siap," ucap Gibran.

"Misalnya, keppres-nya (keputusan presiden) belum keluar pun saya juga siap kapan pun," imbuhnya.

Wakil Presiden Gibran Rakabuming saat mengantar Presiden-Prabowo yang akan kunjungan ke Arab Saudi. Foto: wapresri.go.id


Pemahaman Gibran soal Papua?

Direktur Aliansi Demokrasi untuk Papua atau ALDP Latifah Anum Siregar menilai, penunjukan wapres untuk masalah Papua bukan hal baru. Ia mengingatkan, pendekatan serupa pernah dilakukan di masa pemerintahan sebelumnya, namun tidak membuahkan hasil signifikan.

“Karena sebenarnya wakil presiden sebelumnya juga ditugaskan untuk itu. Kemudian itu juga muncul dari adanya Undang-Undang Otonomi Khusus Jilid 2 yang mana dibentuk badan untuk mengawasi pelaksanaan Otsus. Kemudian badan itu dibentuk, tetapi hasilnya kan hampir tidak bisa kita lihat apa yang sudah dilakukan di periode presiden sebelumnya,” kata Latifah kepada KBR, Rabu, (9/7/25).

Pasal 68A Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua mengatur pembentukan Badan Khusus Percepatan Pembangunan Papua (BKP3).

Badan ini dipimpin wakil Presiden dan didampingi menteri dalam negeri, menteri perencanaan pembangunan nasional (Bappenas), menteri keuangan, serta perwakilan dari setiap provinsi di Papua.

Tugas Utama BKP3 adalah mengevaluasi program pembangunan di wilayah Papua, sementara peran wakil presiden difokuskan pada koordinasi pelaksanaan tugas-tugas badan tersebut.

Badan Khusus itu telah dibentuk Presiden ke-7 RI Joko Widodo dengan Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2022, namun berbagai aturan terkait dengan pembentukan badan tersebut bisa saja direvisi sesuai kebutuhan untuk lebih mempercepat pembangunan Papua.

Wapres Maruf Amin

Sebelumnya, pada 2022, Wakil Presiden Ma'ruf Amin diberi mandat menjabat ketua Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP). Tugas utamanya mencakup pengawasan dan penjaminan kelangsungan pelaksanaan pembangunan serta kebijakan otonomi khusus di wilayah Papua.

Menurut Latifah, jika Gibran hanya mengulang pendekatan dan metode lama tanpa evaluasi dan pemahaman yang mendalam terhadap kompleksitas persoalan Papua saat ini, maka efektivitasnya akan dipertanyakan.

“Apalagi kemudian kalau misalnya wapres yang sekarang ini tidak mendapatkan informasi yang cukup, tidak memahami dan bisa menelaah persoalan-persoalan Papua dengan lebih baik, dengan lebih tepat, maka pembentukan tim itu atau badan tersebut yang dipimpin wakil presiden, saya meyakini bahwa tidak akan ada hasilnya untuk mengelola persoalan-persoalan di Papua yang jauh lebih kompleks hari ini,” ujarnya.

Latifah menyoroti, situasi di Papua kini jauh lebih kompleks dibandingkan sebelumnya. Meningkatnya kekerasan dan konflik bersenjata di berbagai wilayah telah menyebabkan banyak korban, terutama kalangan sipil.

"Nah, dari permasalahan ini timbul dampak misalnya pengungsian di mana masyarakat kehilangan hak hidup, hak tenteram, hak atas rasa aman, dan ini juga aksi kekerasan, dan konflik bersenjata, ini juga menyebabkan macetnya layanan dan fasilitas-fasilitas publik," katanya.

Lebih lanjut, Latifah menyoroti perampasan hak masyarakat adat akibat proyek investasi berskala besar, termasuk proyek strategis nasional (PSN). Ia menyebut, hal ini telah merusak lingkungan dan meminggirkan masyarakat adat secara sistematis.

Latifah juga punya catatan soal pemekaran wilayah. Kata dia, ada persoalan tata kelola pemerintahan setelah dibentuknya enam provinsi baru di Tanah Papua. Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) justru belum memberikan dampak positif terhadap pelayanan publik.

“Setidaknya dalam dua tahun belakangan ini provinsi-provinsi baru itu tidak cukup efektif untuk memenuhi penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan sosial kemasyarakatan. Belum lagi misalnya hak-hak dasar yang terabaikan seperti pendidikan, bagaimana fasilitas sekolah terpenuhi, kemudian juga kesehatan, angka stunting yang sangat tinggi, banyak sekali HIV-AIDS, banyak sekali masalah-masalah di Papua,” ucap Latifah.

"Harapannya Gibran pahami dulu persoalan di Papua," tutupnya.

Wakil Presiden Maruf Amin saat akan menuju ke Kota Sorong dari Manokwari, 2023. Foto: wapresri.go.id


Berapa Dana Otsus yang Dikeluarkan?

Dilansir dari Jubi.id, dana Otsus di Papua disalurkan oleh pemerintah pusat setiap tahun. Pada 2022, Dana Otsus untuk Papua (sebelum pemekaran dua provinsi baru) Rp57,41 triliun. Pada 2023, Rp8,9 triliun, 2024 Rp9,6 triliun, dan 2025 Rp900 miliar.

Dana Otsus 2025 untuk Kabupaten Jayapura juga dipotong pemerintah pusat Rp7,12 miliar, sehingga menjadi Rp217,18 miliar. Rencana semula adalah Rp224,31 miliar. Sedangkan realisasi Dana Otsus Kabupaten Jayapura pada 2024, Rp210 miliar.

Apa Saja Masalah di Papua yang Menanti Diselesaikan Gibran?

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Papua mencatat, ada 22 kasus di Papua pada semester pertama 2025 yang berpotensi melanggar HAM.

Data tersebut berdasarkan pemantauan atau monitoring media dan data Sistem Pengaduan HAM (SPH) Komnas HAM Perwakilan Papua mulai 1 Januari hingga 12 Juni 2025.

Puluhan kasus tersebut, jika dikategorikan berdasarkan isunya, terdiri dari sembilan kasus agraria, empat kasus lingkungan hidup, tiga kasus ketenagakerjaan, dua kasus kelaparan, dua kasus kesehatan, satu kasus pendidikan, dan satu kasus pengabaian hak kelompok marginal rentan.

Dilihat dari laporan triwulan Papua, Di sejumlah kabupaten di Papua, layanan pendidikan mengalami gangguan yang parah, dengan ribuan siswa tidak dapat mengakses pendidikan dasar.

Pendidikan dan Kesehatan

Laporan terbaru dari beberapa lokasi menyoroti pola yang mengkhawatirkan dari sekolah-sekolah yang terbengkalai, guru-guru yang tidak hadir, dan murid-murid yang tidak mendapatkan kesempatan pendidikan.

Kasus-kasus yang didokumentasikan selama periode pelaporan menunjukkan kegagalan struktural juga memengaruhi sistem kesehatan di Tanah Papua.

Ada kesenjangan ketersediaan, aksesibilitas, kualitas, dan kesesuaian layanan Kesehatan antara perkotaan dan perdesaan di Papua sejak lama. Namun, kasus baru-baru ini juga mengindikasikan adanya penurunan kualitas layanan kesehatan di daerah perkotaan.

Di rumah sakit umum di Nabire, lebih dari 200 pekerja kesehatan di RSUD Nabire, termasuk dokter, perawat, dan bidan, mogok kerja. Mereka menuntut insentif yang belum dibayarkan selama berbulan-bulan sejak akhir tahun 2024.

Kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat di Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah. Foto: Dok. Operasi Damai Cartenz/Jubi.id


Eksploitasi

Selain itu, hingga kini, eksploitasi besar-besaran sumber daya alam di Tanah Papua terus berlanjut. Kasus-kasus pertambangan memicu konflik dan merusak lingkungan yang menjadi sumber penghidupan masyarakat adat. Proyek raksasa pertanian yang dijalankan pemerintah telah menjadi ancaman besar bagi keberadaan banyak suku asli di Bumi Cenderawasih.

Contoh yang paling menonjol adalah proyek strategis nasional (PSN) di Merauke. Di sana, pemerintah telah merencanakan mengembangkan padi dan tebu di atas 2 juta hektare tanah adat tanpa persetujuan atas dasar informasi yang didahului tanpa paksaan (FPIC) dari masyarakat adat.

Masyarakat adat Marind Anim di Provinsi Papua Selatan, bersama ratusan aktivis dari sebagian besar masyarakat adat di Indonesia, menolak keras PSN yang mengancam tanah, budaya, dan mata pencaharian mereka. Pelaksanaan PSN diserahkan kepada TNI dan dimulai September 2024.

Konflik Bersenjata

Per 1 April 2025, lebih dari 86.886 orang di Tanah Papua masih menjadi pengungsi internal akibat konflik bersenjata antara pasukan keamanan Indonesia dan TPNPB. Human Right Monitor (HRM) mendokumentasikan 24 serangan dan bentrokan bersenjata sepanjang kuartal pertama 2025.

Jumlah pengungsi kembali meningkat setelah pasukan keamanan meningkatkan operasi di Kabupaten Nduga, Pegunungan Bintang, dan Puncak pada Januari dan Februari 2025.

Periode antara Januari dan Maret 2025 ditandai dengan jumlah korban jiwa yang tinggi di kalangan aparat keamanan dan warga sipil. Sepuluh anggota pasukan keamanan dibunuh, dan satu orang terluka selama periode ini.

Sebaliknya, TPNPB dilaporkan tidak kehilangan kombatan selama permusuhan. Permusuhan bersenjata antara pihak-pihak yang bertikai juga berdampak pada warga sipil.

Tercatat, empat warga sipil terbunuh dan delapan terluka oleh TPNPB. Lalu, ada dua orang terbunuh dan empat terluka oleh anggota pasukan keamanan dalam bentrokan bersenjata atau operasi keamanan.

Baca juga:

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending