KBR, Jakarta- Praktik rangkap jabatan seolah sudah menjadi tradisi di Indonesia. Awal Juli 2025, merupakan gelombang kesekian deretan wakil menteri (wamen) diangkat sebagai komisaris perusahaan BUMN. Saat ini, jumlah wamen di kabinet Merah Putih berjumlah 55, dengan 30 orang diantaranya menjabat sebagai komisaris di BUMN.
Direktur NEXT Indonesia Center, Herry Gunawan mengkritik keras praktik tersebut. Menurutnya, rangkap jabatan antara wamen dan komisaris tidak hanya melanggar semangat undang-undang, tetapi juga mengancam independensi dan tata kelola perusahaan yang sehat.
"Kalau melihat gini ya, pertama dibilang bahwa ini adalah pelanggaran yang memang dihalalkannya. Artinya pelanggaran yang terus diulang-ulang, walaupun sudah jelas aturannya, termasuk undang-undang layanan publik," ujar Herry dalam siaran Ruang Publik KBR, Selasa (16/7/2025).
Herry juga menyoroti dampak langsung terhadap kinerja perusahaan. Ia menggambarkan relasi antara komisaris dari unsur wamen dengan direksi BUMN bakal menimbulkan masalah dalam forum-forum pengambilan keputusan.
"Itu ruang untuk argumentasi bagi pengelola perusahaan dalam hal ini direksi itu berpotensi tertutup dan ini adalah moral hazard yang kita khawatirkan,” lanjutnya.
Perpanjangan Tangan Kekuasaan
Herry menambahkan bahwa kehadiran pejabat publik sebagai komisaris menjadikan BUMN tidak lagi murni sebagai entitas bisnis independen, melainkan sebagai perpanjangan tangan kekuasaan pemerintah.
Lebih jauh, Herry menyinggung soal motivasi di balik praktik tersebut. Ia menilai bahwa "kenikmatan" rangkap jabatan bukan hanya soal kekuasaan, melainkan juga soal pendapatan.
"Rangkap jabatan itu selain nikmat, juga rangkap pendapatan karena pemimpinnya melakukan itu," kata Herry.

Herry mencontohkan beberapa pejabat seperti Menteri BUMN Erick Thohir yang merangkap sebagai Ketua Dewan Pelaksana BUMN dan anggota Dewan Pengawas INA (Lembaga Pengelola Investasi).
Ia menyebut kondisi ini membuat pejabat semakin kebal terhadap kritik publik.
"Saya khawatir kalau kita berharap berlebihan bahwa pejabat publik punya rasa empati terhadap rakyat. Perilakunya sudah seperti itu,” ujar Herry.
Jangan Berpikir Negatif
Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron meminta agar kritik publik ditanggapi secara proporsional dan tidak mengeneralisasi seluruh praktik rangkap jabatan sebagai hal negatif.
"Ya tentu tidak bolehlah kita menutup berbagai saran masukan publik. Namun ya perlu juga terlalu disampaikan kepada publik bahwa rangkap jabat itu juga bagaimana esensinya," ujar Herman dalam Diskusi Ruang Publik KBR, Selasa (15/7/2025).
Anggota Komisi DPR yang membidangi urusan BUMN ini menilai bahwa kehadiran wamen di jajaran komisaris BUMN justru bisa memperkuat hubungan sektoral antara kementerian dan perusahaan negara, terutama bila jabatan tersebut dimanfaatkan untuk pengawasan dan peningkatan performa.
"Selama bahwa kehadiran komisaris utama ini mempererat hubungan institusi, menjadi lebih bagus, terukur, dan bisa melayani kebutuhan rakyat, ya menurut saya memberikan dampak positif,” lanjutnya.
Diklaim Tak Langgar Undang-Undang
Herman juga menegaskan bahwa tidak ada larangan eksplisit dalam undang-undang terkait jabatan wakil menteri untuk merangkap sebagai komisaris.
"Kalau secara eksplisit tidak ada, silakan. Apakah memang ada keinginan kuat untuk merevisi terhadap undang-undang agar jabatan Wakil Menteri juga dilarang merangkap sebagai komisaris di BUMN? Silakan, itu ruang-ruang yang disediakan,” kata Herman.

Herman mengaku akan menindaklanjuti kritik yang berkembang dan menyatakan siap memperjuangkan agar diskusi ini dibawa ke tingkat legislatif lebih lanjut.
"Saya pasti akan pertanyakan pada waktu nanti rapat, tetapi selama tidak ada conflict of interest dan kehadiran wakil menteri itu berdampak positif, ya tentu itu menjadi bagian dari kontribusi,” ujarnya.
Namun ia juga menekankan bahwa pengangkatan komisaris sepenuhnya adalah domain eksekutif, dan DPR tidak ikut menentukan nama-nama yang ditunjuk.
Prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik Dilanggar
Direktur NEXT Indonesia Center, Herry Gunawan menggarisbawahi prinsip dasar good corporate governance (GCG) yang justru dilanggar dalam praktik ini.
Ia mengutip aturan-aturan seperti UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU/17/2019.
"Pelayan publik itu dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha. Ini bukan persoalan interpretasi. Ini teks,” ujarnya.
Menurutnya, pelanggaran terhadap norma ini telah menjadi sistemik. Ia memperingatkan bahwa jika dibiarkan, akan berujung pada tumpulnya sensitivitas pemerintah terhadap kepentingan publik.
"Patuhilah regulasi yang mereka buat sendiri. Jangan mengangkangi regulasi yang mereka buat. Supaya BUMN juga kemudian melaksanakan kebaikan-kebaikan yang dicontohkan oleh pemerintah sebagai regulator,” jelas Herry.
"Jangan sampai publik merasa makin tidak sehat pengelolaannya,” tambahnya.

Tabrak Sejumlah Aturan
Guru Besar Hukum Tata Negara sekaligus eks Menko Polhukam, Mahfud MD menilai praktik rangkap jabatan melanggar sejumlah aturan. Diantaranya yakni Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 yang sudah diperbaharui dengan Undang-Undang tentang BUMN. Yakni pasal 15 B, 27B, 43D, 56B
Selain itu, Mahfud menyebut praktik rangkap jabatan juga melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Dia menegaskan larangan untuk para pembantu Presiden untuk double job ini sudah tertuang jelas dalam Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019, meski larangan untuk wakil menteri tidak tertulis secara langsung.
"Ini kan menabrak banyak undang-undang. Wajar publik geram atau curiga. Diputusan MK saja jelas kok. Di dalam Undang-Undang Kementerian ada ketentuan bahwa menteri dilarang menjabat di BUMN, tetapi tidak ada penegasan wamen itu boleh enggak merangkap,” ujar Mahfud, dalam YouTube Mahfud MD Official, dikutip Rabu (4/6/2025).
“Menurut MK (larangan Wamen) ini enggak perlu diputuskan dalam sebuah amar karena bagi MK larangan yang melekat pada menteri melekat juga pada wakil menteri,” tambahnya.
Potensi Korupsi Meningkat Kala Merangkap Jabatan
Lebih lanjut, Mahfud berpendapat praktik rangkap jabatan menimbulkan abuse of power atau penyalahgunaan wewenang yang bisa memicu terjadinya korupsi.
"Nah rangkap jabatan ini memenuhi tiga unsur korupsi paling umum. Yakni memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, dan itu jelas terjadi pada yang mendapat dan membuat kebijakan," katanya.

Pembelaan Istana
Di lain pihak, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menegaskan tidak ada pelanggaran hukum dalam rangkap jabatan wakil menteri sebagai komisaris BUMN.
Kata dia, penunjukan Wamen menjadi komisaris sudah melalui kajian aturan. Ia juga menegaskan bahwa ada perbedaan perlakuan dalam aturan antara jabatan menteri penuh dan wakil menteri.
"Sampai hari ini, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 80 Tahun 2019, tidak ada pernyataan bahwa wakil menteri tidak boleh merangkap jabatan. Itu clear. Di pertimbangan ada kata-kata yang seperti itu, tapi dalam putusan tidak ada. Jadi apa yang dilakukan hari ini tidak melanggar putusan MK,” tegas Hasan dalam konferensi pers, Selasa, 3 Juni 2025.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi. Foto: ANTARA
Hasan menyebut pihaknya menghormati kritik publik terhadap persoalan rangkap jabatan sejumlah wakil menteri ini. Ia pun mengaku tak masalah jika ada pihak yang mengajukan gugatan uji konstitusionalitas Putusan MK No 80/2019.
"Silahkan saja. Setiap warga memiliki hak konstitusional untuk mengajukan gugatan terhadap undang-undang yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945," sambungnya.

UU Kementerian Negara Digugat
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia Law & Democracy Studies Juhaidy Rizaldy Roringkon yang mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara di Mahkamah Konstitusi.
Dia meminta agar wakil menteri (wamen) dilarang merangkap jabatan. Juhaidy menguji materi Pasal 23 UU Kementerian Negara lantaran merasa dirugikan hak konstitusionalnya.
Adapun Pasal 23 UU Kementerian Negara tersebut berbunyi: "Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD."
Senada, perjuangan menggugat UU Kementerian Negara juga dilakukan oleh Empat mahasiswa dari Universitas Indonesia (UI).
Keempat mahasiswa itu adalah Stanley Vira Winata, Kaka Effelyn Melati Sukma, Keanu Leandro Pandya Rasyah dari Fakultas Hukum UI, serta Vito Jordan Ompusunggu dari Fakultas Ilmu Administrasi UI.
Mereka mempermasalahkan Pasal 23 huruf c dalam UU Kementerian karena dianggap membuka peluang menteri merangkap jabatan.
Gugatan ini didaftarkan pada 6 Maret 2025 dengan Nomor Perkara 35/PUU-XXIII/2025.
Berikut daftar 30 wamen yang menjabat sebagai komisaris di BUMN:
- Ratu Isyana Bagoes Oka, Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Komisaris PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (Mitratel)
- Dyah Roro Esti Widya Putri, Wakil Menteri Perdagangan, Komisaris Utama PT Sarinah (Persero)
- Todotua Pasaribu, Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi / Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Wakil Komisaris Utama PT Pertamina (Persero)
- Angga Raka Prabowo, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Komisaris Utama PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk
- Ossy Dermawan, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional, Komisaris PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk
- Silmy Karim, Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Komisaris PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk
- Giring Ganesha, Wakil Menteri Kebudayaan, Komisaris PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk
- Immanuel Ebenezer Gerungan, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Komisaris PT Pupuk Indonesia (Persero)
- Donny Ermawan Taufanto, Wakil Menteri Pertahanan, Komisaris Utama PT Dahana (Persero)
- Yuliot Tanjung, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Komisaris PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
- Veronica Tan, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komisaris PT Citilink Indonesia
- Diaz Hendropriyono, Wakil Menteri Lingkungan Hidup, Komisaris Utama PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel)
- Sudaryono, Wakil Menteri Pertanian, Komisaris Utama PT Pupuk Indonesia (Persero)
- Helvy Yuni Moraza, Wakil Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Komisaris PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
- Diana Kusumastuti, Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Komisaris Utama PT Brantas Abipraya (Persero)
- Dante Saksono Harbuwono, Wakil Menteri Kesehatan, Komisaris PT Pertamina Bina Medika
- Fahri Hamzah, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Komisaris PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk
- Ahmad Riza Patria, Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Komisaris PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel)
- Laksamana Madya TNI (Purn) Didit Herdiawan Ashaf, Wakil Menteri Kelautan dan Perikanan, Komisaris Utama PT Perikanan Indonesia (Persero)
- Komjen Pol (Purn) Suntana, Wakil Menteri Perhubungan, Komisaris Utama PT Pelabuhan Indonesia (Persero)
- Suahasil Nazara, Wakil Menteri Keuangan, Komisaris PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
- Aminuddin Ma’ruf, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Komisaris PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
- Kartika Wirjoatmodjo, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Komisaris Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
- Christina Aryani, Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia / Wakil Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Komisaris PT Semen Indonesia (Persero) Tbk
- Juri Ardiantoro, Wakil Menteri Sekretaris Negara, Komisaris Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk
- Bambang Eko Suhariyanto, Wakil Menteri Sekretaris Negara, Komisaris PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
- Ferry Juliantono, Wakil Menteri Koperasi, Komisaris PT Pertamina Patra Niaga
- Arif Havas Oegroseno, Wakil Menteri Luar Negeri, Komisaris PT Pertamina International Shipping
- Taufik Hidayat, Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga, Komisaris PT PLN Energi Primer Indonesia
- Stella Christie, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Komisaris PT Pertamina Hulu Energi
Obrolan lengkap episode ini bisa diakses di Youtube Ruang Publik KBR Media
Baca juga:
- Puluhan Wamen Rangkap Komisaris, Indikasi Konflik Kepentingan hingga Rentan Penyalahgunaan Wewenang