KBR, Jakarta- Jutaan rekening penerima bantuan sosial (bansos) telah diblokir Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Penyebabnya, jutaan rekening itu terindikasi kuat tak memenuhi syarat sebagai penerima. Selain itu, ada ribuan penerima bansos terlibat praktik judi online.
Juru bicatra PPATK Natsir Kongah mengungkapkan, sepanjang 2024 ditemukan lebih dari 571 ribu Nomor Induk Kependudukan (NIK) penerima bansos yang aktif berjudi online. Mereka tercatat melakukan 7,5 juta transaksi judi dengan total deposit Rp957 miliar.
"Ini bukan kebetulan. Ini menunjukkan penyalahgunaan langsung bantuan negara untuk aktivitas ilegal," kata Natsir kepada KBR, Senin, (7/7/25).
Natsir menyebut, hingga kini total saldo yang dibekukan dari satu bank Himbara sudah lebih dari Rp2 triliun. Namun, PPATK masih memproses data dari tiga bank BUMN lain.
"Jadi, angka ini belum final dan sangat mungkin akan bertambah signifikan setelah semua analisis selesai," ungkapnya.
Natsir menjelaskan, PPATK juga menemukan sejumlah rekening yang dibekukan memiliki saldo hingga jutaan rupiah. Angka saldo itu tak mencerminkan kondisi masyarakat miskin. Terdapat pula rekening yang tidak aktif lebih dari lima tahun, namun tetap tercatat sebagai penerima bansos.
PPATK akan terus melakukan membekukan rekening-rekening bansos yang mencurigakan. PPATK juga tengah membangun sisem deteksi dini guna mencegah penyaluran dana bansos ke rekening yang tidak berhak sejak awal.
Nantinya, hasil analisis dan rekomendasi ini akan disampaikan ke Kementerian Sosial (Kemensos) dan pemangku kepentingan lain agar ditindaklanjuti. Natsir menyebut, jika ditemukan indikasi tindak pidana, maka akan diteruskan ke aparat penegak hukum.
"Kami percaya, bansos adalah hak rakyat miskin. Dan penyalahgunaannya adalah pengkhianatan terhadap keadilan sosial," tutupnya.
8,8 Juta Orang Main Judol
Data PPATK pada 2024 menyebut, pemain judi online di Indonesia mencapai 8,8 juta orang. Dari jumlah tersebut, 3,8 juta orang memiliki utang di luar jalur pinjaman resmi seperti perbankan, koperasi, atau kartu kredit.
Jumlah itu meningkat tajam dibanding 2023, yakni 3,7 juta pemain, 2,4 juta di antaranya juga memiliki pinjaman tidak resmi.
Data PPATK pada kuartal pertama 2025 menunjukkan keterlibatan anak dan remaja dalam aktivitas judi online. Total deposit pemain berusia 10-16 tahun mencapai lebih dari Rp2,2 miliar.
Sementara itu, usia 17-19 tahun juga turut menyetor Rp47,9 miliar dan deposit tertinggi pada usia 31-40 tahun mencapai Rp2,5 triliun.
"Angka-angka yang ada ini bukan sekadar angka, namun dampak sosial dari persoalan besar kecanduan judi online ini adalah konflik rumah tangga, prostitusi, pinjaman online dan lain-lain," ujar Ivan dalam siaran pers Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko) 2025, Kamis, (8/5/2025).

571 Ribu Rekening Bansos untuk Judi Online
Sebelumnya, Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) mengungkapkan, ratusan ribu rekening penerima bansos terindikasi digunakan untuk aktivitas judi online pada 2024. Temuan ini berasal dari hasil pemadanan data antara Kemensos dan PPATK.
Dari total 28,4 juta NIK penerima bansos dan 9,7 juta NIK pemain judi online, ditemukan lebih dari setengah juta NIK yang identik.
"Ada 571 ribu NIK-nya sama. Artinya 2 persen orang penerima Bansos adalah pemain judol di tahun 2024," ungkap Gus Ipul dalam Rapat Kerja Komisi Sosial (VIII) DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, (8/7/2025).
Total deposit rekening-rekening tersebut mencapai 957 miliar dalam 7,5 juta kali transaksi.
"Ini baru tahun 2024. Nah, nanti akan terus dieksplor pada saatnya akan disampaikan ke kami. Setelah disampaikan ke kami nanti akan kami jadikan bahan evaluasi apa yang harus kita lakukan ke depan," ujarnya.
Reaksi Penerima Bansos
Windi, seorang pekerja yang tinggal di Kalisari, Jakarta Timur, merupakan salah satu penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU). Ia prihatin dan kecewa mengetahui dana bansos digunakan untuk judi online.
Seharusnya kata dia, bansos digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, bukan disalahgunakan untuk hal negatif seperti judi online.
"Kita kan sudah punya keluarga, sudah punya anak, sudah punya istri, sudah punya tanggung jawab gitu loh. Mungkin yang kayak gitu anak-anak yang dibilang remaja saja, yang baru bekerja, biasanya berpikir kayak gitu," katanya.
Windi belum lama menerima bansos. Tercatat, baru dua bulan. Total dana yang ia terima Rp600 ribu.
"Saya baru terdaftar. Per bulannya Rp300 ribu, ya, jadi selama dua bulan hitungannya Rp600 ribu. Biasanya dipakai buat kebutuhan sehari-hari dari keluarga," ujar Windi kepada KBR, Selasa, (8/7/2025)
Baginya, nominal tersebut memang tidak besar, namun cukup membantu terutama bagi pekerja seperti dirinya yang bergaji rendah.
"Kalau saya bilang sih, untuk bantuan ini cukup membantu, ya, bagi kita yang dibilangnya tuh di bawah UMR untuk gaji," ungkapnya.

Lemahnya Pengawasan Bansos
Temuan PPATK itu dianalisis Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Kependudukan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Yanu Endar Prasetyo. Menurutnya, penyalahgunaan bansos terjadi lantaran lemahnya pengawasan. Kondisi ini membuka celah terjadinya penyimpangan.
"Jika saja monitoring dan pengawasan ini dilakukan sejak dini, mungkin pencegahan penyalahgunaan untuk judol ini bisa diminimalisasi," kata Yanu kepada KBR, Selasa, (8/7/2025).
“Banyak KPM (keluarga penerima manfaat) yang bertahun-tahun menjadi penerima bansos (misal PKH) padahal sudah tidak layak, tetapi tidak dikeluarkan dari sistem. Plus, sinkronisasi data pemilik rekening dengan aktivitas ilegal seperti judol juga baru sekarang dilakukan,” jelasnya.
Meski demikian, Yanu tetap mengapresiasi langkah Kementerian Sosial dan PPATK yang kini mulai bergerak lebih aktif dalam pengawasan.
Lebih lanjut, Yanu juga mendorong agar kerja sama dengan PPATK terus ditingkatkan, khususnya untuk mengantisipasi agar dana bansos tak dipakai judi online.
"Meskipun, di lapangan juga ada jual beli rekening untuk judol yang terkadang pemilik tidak sadar/mengetahuinya. Sehingga perlu sosialisasi dan edukasi terkait pengecekan rekening dorman/nonaktif ini," katanya.
Selain itu, Yanu menyarankan penyaluran bansos secara tunai. Menurutnya, hal ini lebih efisien dan mudah dimonitor. Bansos tunai juga ia nilai lebih minim korupsi dan memberikan dampak ekonomi langsung bagi masyarakat lokal.
Terakhir, ia mengusulkan pembentukan satu lembaga khusus pengelola bansos, seperti Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang selama ini mengelola uang beasiswa.
"Sehingga kemensos bisa fokus menjadi regulator, dan menyerahkan operator Bansos pada lembaga baru yang profesional tersebut. Hal ini untuk menghindari fragmentasi bansos di setiap K/L yang selama ini tumpang tindih," tutupnya.
Realisasi Bansos
Dilansir dari digivestasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, realisasi anggaran untuk bansos telah mencapai Rp78 triliun hingga semester I 2025.
Jumlah ini mencerminkan 57,7% dari total pagu anggaran bantuan sosial yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Realisasi ini juga menunjukkan peningkatan 2,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni Rp75,8 triliun.
Secara rinci, dana bansos tersebut disalurkan untuk enam program utama. Pertama, Program Keluarga Harapan (PKH), nilainya Rp13,1 triliun. Kedua, program Kartu Sembako dengan alokasi Rp25,9 triliun. Ketiga, bantuan iuran untuk peserta Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN), Rp23,2 triliun.
Keempat, Program Indonesia Pintar (PIP), dengan alokasi Rp6,6 triliun. Kelima, Kartu Indonesia Pintar (KIP), Rp7,8 triliun. Keenam, bantuan untuk program asistensi, rehabilitasi sosial, serta bantuan darurat bencana, yakni Rp1,4 triliun.

Tujuan Bansos
Bansos merupakan program bantuan sosial yang disediakan pemerintah untuk mendukung masyarakat yang menghadapi risiko ekonomi dan sosial.
Saat ini, terdapat berbagai jenis bansos yang disalurkan kepada masyarakat di antaranya yaitu BSU, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan Sosial Beras (BSB).
Penyaluran bansos kepada masyarakat yang kurang mampu untuk mengurangi kemiskinan dengan cara memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
1. BSU
Dilansir dari Tempo.co, BSU menyasar 17 juta pekerja yang mempunyai gaji maksimal Rp 3,5 juta per bulan atau sesuai dengan upah minimum provinsi/kabupaten/kota (UMP/UMK) yang berlaku. Selain itu, BSU juga ditargetkan untuk 3,4 juta guru honorer.
BSU diberikan dalam bentuk tunai sebesar Rp 150.000 per bulan selama Juni dan Juli 2025 dalam sekali penyaluran. Dengan demikian, setiap orang akan menerima bantuan tunai sebesar Rp 300.000 pada Juni 2025.
Penyaluran BSU dilakukan dengan cara ditransfer langsung ke rekening penerima yang masih aktif bekerja dan terdaftar sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan.
Selain itu, kriteria penerima BSU adalah tidak menerima bansos lainnya, serta bukan prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), maupun aparatur sipil negara (ASN).
2. Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT)
Kemenko Bidang Perekonomian juga mengumumkan pada Selasa, 27 Mei 2025, bahwa pemerintah berencana menambah alokasi BPNT atau Kartu Sembako dan Bantuan Pangan kepada 18,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Penyaluran dua jenis bansos tersebut akan dilakukan pada Juni-Juli 2025.
Adapun BPNT memberikan dana tunai sejumlah Rp 200.000 setiap bulannya. Penyalurannya dilakukan per dua bulan, sehingga dalam satu tahap pencairan, setiap KPM menerima Rp 400.000. Secara keseluruhan, dalam setahun, setiap KPM akan mendapatkan total Rp 2.400.000 dari program BPNT.
3. Bantuan Beras 10 Kilogram
Di sisi lain, Bantuan Pangan berupa beras sebanyak 10 kilogram diberikan kepada setiap KPM setiap bulannya. Bantuan Pangan beras tersebut bersumber dari cadangan beras pemerintah (CBP) yang pengelolaannya berada di bawah Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog).
4. Program Keluarga Harapan (PKH)
Penyaluran manfaat PKH dilakukan sebanyak empat kali dalam setahun, yaitu tahap I (Januari-Maret), tahap II (April-Juni), tahap III (Juli-September), dan tahap IV (Oktober-Desember). Dana PKH diberikan dalam bentuk uang tunai yang besarannya bervariasi untuk masing-masing kategori penerima.
Rincian Bansos PKH:
- Ibu hamil dan masa nifas: Rp 750.000 per tahap atau Rp 3.000.000 per tahun.
- Balita berusia 0-6 tahun atau anak usia dini: Rp 750.000 per tahap atau Rp 3.000.000 per tahun.
- Siswa sekolah dasar (SD) dan sederajat: Rp 225.000 per tahap atau Rp 900.000 per tahun.
- Siswa sekolah menengah pertama (SMP) dan sederajat: Rp 375.000 per tahap atau Rp 1.500.000 per tahun.
- Siswa sekolah menengah atas (SMA) dan sederajat: Rp 500.000 per tahap atau Rp 2.000.000 per tahun.
- Orang lanjut usia (lansia) lebih dari 70 tahun: Rp 600.000 per tahap atau Rp 2.400.000 per tahun.
- Penyandang disabilitas berat: Rp 600.000 per tahap atau Rp 2.400.000 per tahun.
5. Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa
BLT Dana Desa adalah bantuan yang diberikan kepada KPM berdasarkan hasil musyawarah dalam Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa. Pada 2025, BLT Dana Desa sebesar Rp 300.000 setiap bulannya untuk setiap penerima.
Penerima BLT Dana Desa ditujukan kepada KPM yang tidak menerima bansos lainnya, memiliki anggota keluarga yang menderita penyakit kronis atau menahun, mempunyai anggota keluarga penyandang disabilitas, tinggal dalam rumah tangga dengan lansia tunggal, atau mengalami kondisi kehilangan mata pencaharian.
6. Santunan Anak Yatim Piatu
Santunan Anak Yatim Piatu, yang dikenal sebagai program Atensi Yapi, merupakan bansos yang ditujukan bagi anak yatim, piatu, yatim piatu, dan anak yang tidak diketahui keberadaan orang tuanya. Program Atensi Yapi berada di bawah pengelolaan Kementerian Sosial (Kemensos).
Bantuan Atensi Yapi disalurkan dalam bentuk dana tunai sejumlah Rp 200.000 per bulan. Bantuan tunai itu akan terus diberikan hingga anak mencapai usia 18 tahun.
7. Program Indonesia Pintar (PIP)
Mengacu pada Peraturan Sekretaris Jenderal (Persesjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nomor 14 Tahun 2022 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Indonesia Pintar Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, pencairan dana PIP dilakukan dalam tiga termin, yaitu termin 1 (Februari-April), termin 2 (Mei-September), dan termin 3 (Oktober-Desember).
Berikut besaran dana bansos PIP untuk masing-masing kategori penerima:
A. SD, sekolah dasar luar biasa (SDLB), atau program paket A
- Kelas VI semester genap: Rp 225.000 per tahun.
- Kelas II semester ganjil: Rp 225.000 per tahun.
- Kelas I, II, III, IV, dan V semester genap: Rp 450.000 per tahun.
- Kelas II, III, IV, V, dan VI semester ganjil: Rp 450.000 per tahun.
B. SMP, sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), atau program paket B
- Kelas IX semester genap: Rp 375.000 per tahun.
- Kelas VII semester ganjil: Rp 375.000 per tahun.
- Kelas VII dan VIII semester genap: Rp 750.000 per tahun.
- Kelas VIII dan IX semester ganjil: Rp 750.000 per tahun.
C. SMA, SMALB, SMK), atau program Paket C
- Kelas XII semester genap: Rp 900.000 per tahun.
- Kelas X semester ganjil: Rp 900.000 per tahun.
- Kelas X dan XI semester genap: Rp 1.800.000 per tahun.
- Kelas XI dan XII semester ganjil: Rp 1.800.000 per tahun.
D. SMK program empat tahun
- Kelas XIII semester genap: Rp 900.000 per tahun.
- Kelas X semester ganjil: Rp 900.000 per tahun.
- Kelas X, XI, dan XII semester genap: Rp 1.800.000 per tahun.
- Kelas XI, XII, dan XIII semester ganjil: Rp 1.800.000 per tahun.

Sebaran Bansos Pangan 2024 di Bogor, Depok, Cianjur
Berdasarkan data BPS Jawa Barat, Bogor menjadi wilayah dengan jumlah penerima bantuan sosial (bansos) pangan terbanyak di Jawa Barat sepanjang 2024.
Terdapat 1.419.834 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang menerima bansos pangan selama 2024. Anggaran yang digelontorkan untuk wilayah ini mencapai Rp851 miliar.
Sementara itu Cianjur terdapat 982.115 KPM, dengan total anggaran bansos Rp583 miliar. Sedangkan Sukabumi tercatat menyalurkan bansos pangan kepada 937.859 KPM dengan alokasi anggaran Rp556 miliar.
Baca juga: