KBR, Jakarta - Amnesty International Indonesia menemukan adanya peningkatan transaksi pembelian alat sadap dilakukan oleh institusi kepolisian. Temuan itu disampaikan Peneliti Amnesty International Indonesia Nurina Savitri, berdasarkan investigasi yang telah mereka lakukan.
"Satu kami menemukan penjualan dan penyebaran alat sadap atau spyware ini invasif ya canggih. Jadi dia enggak cuman canggih dalam artian kita enggak akan sadar kalau kita sedang diintai teman-teman. Kita enggak pernah tahu bahwa ini kita diintai enggak ya, tapi juga sangat susah untuk dilacak gitu. Itu makanya kenapa sangat invasif dan kita nggak tahu ini kegunaannya untuk apa," kata Nurina dalam diskusi revisi UU Polri, Senin, (22/7/2024).
Berdasarkan temuan Amnesty International Indonesia, beberapa alat sadap itu dibeli melalui makelar atau broker.
"Nah ini temuannya juga beberapa dari transaksi ini melibatkan beberapa perusahaan yang lokasinya ada di Singapura gitu. Jadi dua institusi ini BSSN dan Polri itu belinya lewat broker," ungkapnya.
Nurina Savitri menyebut, pembelian alat sadap oleh kepolisian dapat mengkhawatirkan jika tidak ada penjamin hak privasi masyarakat.
"Ini kenapa kami menjadi sangat khawatir terhadap perluasan kewenangan yang berlebih di dalam rancangan undang-undang kepolisian," katanya.
Baca juga: