KBR, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong seluruh pihak memperkuat instrumen pemenuhan hak dan perlindungan terhadap anak korban kekerasan.
Menurut Ketua KPAI Ai Maryati Solihah, instrumen tersebut saat ini belum sepenuhnya terintegrasi.
"Ini menunjukkan bahwa tantangan perlindungan anak ini konteks instrumen pemenuhan dan perlindungan ini belum sepenuhnya terintegrasi. Di ranah hukum itu sebetulnya harus betul-betul bahwa komitmen atas proses hukum baik di tingkat penyidikan, penuntutan, maupun di pengadilan, itu harus tetap berorientasi pada pemenuhan hak. Sejauh ini sepertinya masih parsial hanya proses hukum," kata Ai Maryati kepada KBR, Senin, (22/7/2024).
Ai Maryati mengungkapkan, dalam tiga tahun terakhir, anak korban kekerasan cenderung meningkat setiap tahun. Dia menduga penyebabnya adalah belum optimalnya regulasi dan payung hukum untuk perlindungan anak.
"Kita tidak mungkin tidak ada kasus ya, sesuatu yang mungkin mustahil. Tetapi kasus yang sudah tertangani, yang sesuai dengan SOP, yang sesuaikan begitu harapannya. Bukan justru kasus datang malah ditambah bobot penderitaan dan bahkan situasi yang sangat memilukan, ya ironis itu," katanya.
Berdasarkan data pengaduan dan pengawasan KPAI, tahun lalu tercatat ada 3.877 kasus kekerasan terhadap anak.
Baca juga: