Bagikan:

FOMO Sapiens: Menjadi 'Ally' dan Izin Pelihara Satwa Liar

Bagaimana menjadi sekutu bagi kelompok minoritas gender? Selain itu, seperti apa aturan perizinan satwa liar dilindungi?

NASIONAL

Jumat, 28 Jul 2023 18:50 WIB

FOMO Sapiens: Menjadi 'Ally' dan Izin Pelihara Satwa Liar

Ilustrasi highlight berita sepekan. (FOTO: KBR)

KBR, Jakarta – KBR, Jakarta – Kematian anakan harimau Benggala yang dipelihara oleh influencer dan pengusaha Alshad Ahmad mendadak ramai diperbincangkan di jagat media sosial pekan ini. Bagaimana aturan perizinan penangkaran satwa liar di Indonesia? Lebih lanjut akan kita bahas bersama Liana Dee, pegiat konservasi satwa liar dari Garda Animalia.

Selain itu, aksi protes terhadap aturan anti LGBT yang dilakukan vokalis band The 1975, Matty Healy pada sebuah konser di Kuala Lumpur, Malaysia pekan lalu memicu kecaman dari berbagai pihak, termasuk dari para aktivis LGBTQ setempat. Alih-alih dianggap mengadvokasi komunitas LGBTQ, aksi Healy itu malah disebut sebagai “White Savior Complex”. Apakah itu?

1. Izin Pelihara Satwa Liar
Pasca kematian Cenora, harimau Benggala di penangkaran pribadi milik Alshad Ahmad, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berencana menurunkan tim khusus untuk menyelidiki kematian harimau berusia dua bulan tersebut.

Menurut lembaga konservasi dunia International Union for Conservation of Nature (IUCN), status Harimau Benggala termasuk satwa yang terancam punah. Satwa liar yang berasal dari India itu diizinkan masuk ke Indonesia dengan tujuan konservasi. Sementara, menurut Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA), harimau Benggala tidak termasuk dalam kategori satwa yang dilindungi di Indonesia.

Baca juga:


2. Menjadi 'Ally'

Melansir Forbes, "white savior complex" merupakan keyakinan bahwa orang kulit putih hadir untuk menyelamatkan, mengajar, dan melindungi rekan non-kulit putih mereka. Sifat ras kulit putih yang seolah menjadi penyelamat ras lain dipandang nggak baik karena jika tidak dilakukan dengan tepat, justru menghambat jalannya pemecahan masalah.

Seperti yang dilakukan vokalis band The 1975, Matty Healy di konser mereka pekan lalu. Pihak yang pro menilai aksi kontroversial Healy tersebut sebagai pembelaan atau dukungan untuk komunitas LGBT.

Di sisi lain, pihak yang kontra menilai protes atas aturan anti LGBT Malaysia itu malah membahayakan eksistensi komunitas minoritas gender dan seksualitas.

Baca juga:

Simak bahasan selengkapnya di FOMO Sapiens pekan ini bersama Ian Hugen dan Aika. Akan ada juga bahasan mengenai fenomena judi online di Indonesia.


*Kami ingin mendengar saran dan komentar kamu terkait podcast yang baru saja kamu simak, melalui surel ke podcast@kbrprime.id

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending