KBR, Jakarta- Belasan kiai dan tokoh masyarakat Desa Karang Gayam dan Desa Blu'uran menolak ratusan pengungsi Syiah Sampang yang ingin bersilaturahmi saat lebaran. Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Universalia (YLBHU), Hertasning Ikhlas bilang, pemerintah seharusnya mengambil sikap akan kasus ini.
"Masalahnya sangat sederhana. Apakah pemerintah mau menjaga konstitusi, membangun reintegrasi, atau mau begini-begini terus? Membenarkan penindasan atas nama agama," tegas Hertasning.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Universalia (YLBHU), Hertasning Ikhlas melanjutkan, sebenarnya alasan mereka yang menolak silaturahmi ini klise. Masyarakat Desa Blu'uran dan Desa Karang Gayam pada umumnya sudah menerima para pengungsi. Namun, pemerintah tidak mendukung pengintegerasian pengungsi dengan warga desa.
"Modal sosial yang sudah terbangun ini sayang sekali diabaikan pemerintah. Maksud saya, pemerintah di sini bukan pemerintah Sampang dan Pemprov (Pemerintah Provinsi) Jatim (Jawa Timur), karena mereka bagian dari masalah. Mereka (pemerintah Sampang dan Pemprov Jatim) ingin memberikan pemikiran pengungsi ini sudah betah di penampungan," papar Hertasning.
Di waktu terpisah, Juru Bicara Pemprov Jatim, Anom Surahno mengatakan, pelarangan tersebut merupakan masalah personal antara Ulama Syiah Sampang, Tajul Muluk dengan keluarganya. "Kalau yang lain (ingin) bersilaturahmi diperbolehkan kok," klaim Anom.
Sebelumnya sejumlah ulama menyambangi kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang, Madura, Jawa Timur, Kamis (30/6/2016). Kehadiran mereka untuk menolak kedatangan ratusan pengungsi Syiah pimpinan Tajul Muluk yang akan datang ke Karang Gayam, Kecamatan Omben dan Kecamatan Karang Penang. Kedatangan mereka rencananya dilakukan selama 2 hari untuk berziarah dan bersilaturahmi.
Editor: Rony Sitanggang