KBR, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty adalah pengampunan berjamaah.
Jusuf Kalla mengatakan, setiap manusia bisa memiliki kesalahan, baik pada sesama manusia, Tuhan, dan negara.
Pernyataan itu ia sampaikan kepada sekitar 500 pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) di Gedung Dhanapala, Jakarta. Pertemuan itu untuk sosialisasi kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak yang berlaku sejak 18 Juli lalu.
Ia mengatakan setiap kesalahan itu bisa dimaafkan dengan cara yang berbeda, termasuk kesalahan manusia kepada negara dalam perpajakan yang bisa termaafkan dengan amnesti.
"Kalau dosa dengan manusia, bisa minta maaf, kalau kita dosa ke Tuhan, minta ampun. Kalau dosa kepada negara, ada dua sanksi, masuk penjara atau bayar denda atau keduanya. Tapi ini amnesti. Amnesti artinya pengampunan berjamaah, karena ada dosa berjamaah, kesalahan bersama ya diampuni bersama. Tapi ada sanksinya juga," kata Jusuf Kalla, Kamis (21/7/2016).
Wakil Presiden Jusuf Kalla menambahkan manusia bisa berbuat kesalahan dalam undang-undang perpajakan, baik yang disengaja maupun tidak.
Menurutnya, pelanggaran atas undang-undang itu bisa termaafkan dengan sanksi denda, masuk penjara, atau keduanya sekaligus. Namun, kini pemerintah membuat kebijakan tax amnesty untuk mengampuni para wajibnya secara berjamaah.
Ia mengatakan para pengusaha memiliki kewajiban untuk menyerahkan sedikit keuntungannya kepada negara melalui pembayaran pajak. Hal itu sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pengusaha yang sengaja menyembunyikan asetnya untuk menghindari pajak, berarti telah berbuat kesalahan kepada negara dan wajib meminta maaf melalui tax amnesty.
Kepada para pengusaha itu, Jusuf Kalla meminta agar mereka memastikan semua asetnya telah dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Apabila masih ada aset atau kekayaan yang belum dilaporkan, para wajib itu bisa memanfaatkan kebijakan tax amnesty yang mulai berlaku bulan ini.
Aturan pengampunan pajak didasarkan pada Undang-undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang disahkan DPR akhir Juni lalu. Undang-undang itu untuk menyasar warga Indonesia yang menyimpan aset-asetnya di luar negeri dan tidak membayar pajak kekayaan.
Undang-undang Pengampunan Pajak menetapkan tiga tarif repatriasi atau pemulangan aset. Tarifnya; dua persen untuk periode penyampaian surat pernyataan sampai sejak bulan pertama sampai ketiga; tiga persen untuk periode penyampaian surat pernyataan sejak bulan keempat sampai 31 Desember 2016; dan lima persen untuk periode penyampaian surat pernyataan 1 Januari sampai 31 Maret 2017.
Adapun tarif deklarasi aset dari luar negeri meliputi; empat persen untuk periode penyampaian surat pernyataan sampai bulan pertama sampai ketiga; enam persen untuk periode penyampaian surat pernyataan sejak bulan keempat sampai 31 Desember 2016; dan 10 persen untuk periode penyampaian surat pernyataan 1 Januari sampai 31 Maret 2017.
Untuk usaha kecil dan menengah (UKM) atau usaha dengan aset maksimal Rp 4,8 miliar, dikenai tarif 0,5 persen untuk wajib pajak yang mengungkapkan nilai harta sampai Rp 10 miliar; dan 2 persen bagi wajib pajak yang mengungkapkan nilai harta lebih dari Rp 10 miliar.
Pada APBNP 2016, pemerintah menargetkan penerimaan negara dari pengenaan tarif repatriasi dan deklarasi tax amnesty sebesar Rp165 triliun.
Editor: Agus Luqman