KBR, Jakarta - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) menolak pemberlakukan aturan baru tentang program Jaminan Hari Tua (JHT).
Wakil Ketua SPSI, Abdul Gani menilai, peraturan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri itu tidak bisa berlaku mundur. Dengan begitu, waktu pencairan JHT harus tetap mengacu pada Undang-Undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
"Aturan itu sendiri belum diregister di Kemenkumham layaknya sebuah peratuaran. Kok tiba-tiba mereka memberlakukan itu? Di mana dasar hukumnya?" ujar Abdul dalam KBR Pagi, Jumat, (3 Juli 2015).
"Tidak ada klausul yang nyata, apa ada masa transisi antara dua UU itu, UU 40 2004 dengan UU nomor 3 tahun 1992. Harus ada transisi untuk peralihan, jangan tiba-tiba memberlakukan sebegitu beratnya," tambahnya.
Bersamaan dengan pengoperasian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan pada 1 Juli kemarin, pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah (PP) baru terkait pengubahan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT).
Dalam PP ini, waktu pencairan JHT menjadi 10 tahun kepesertaan, dari sebelumnya yang hanya 5 tahun. Aturan BPJS Ketenagakerjaan baru tersebut merujuk pada UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 37 Ayat 1-5.
Editor: Quinawaty Pasaribu
SPSI: Aturan Pencairan JHT Tak Ada Dasar Hukumnya
"Aturan itu sendiri belum diregister di Kemenkumham layaknya sebuah peratuaran. Kok tiba-tiba mereka memberlakukan itu? Di mana dasar hukumnya?"

Jamsostek harapkan BPJS tak ubah aturan investasi. ANTARA FOTO
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai