KBR, Jakarta - Aturan Dirjen Bea Cukai yang mengijinkan pegawainya
menerima gratifikasi di bawah satu juta rupiah dinilai membuka peluang
praktik korupsi. Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) UGM Hifdzil Alim mengatakan, kebijakan
Dirjen Bea Cukai ini merupakan bentuk penafsiran aturan yang sebenarnya
sudah jelas. Kata dia, dalam undang-undang, PNS dilarang menerima
gratifikasi tanpa menyebut batasan jumlah.
"Nah
kalau ada yang menyatakan misalnya, gratifikasi itu kan kita diimbau
untuk tidak menerima, itu keliru. Karena kalau bukan perintah, tidak
mungkin di situ dikenakan sanksi, sampai diancam pidana. Yang saya
tekankan adalah tafsir masing-masing insitusi atau instansi itu yang
kemudian membuka celah. Wong namanya sudah dilarang kok masih
ditafsirkan, berarti mereka sendiri yang membuka peluang itu," kata
Hifdzil Alim di KBR Pagi, (2/7/2015).
Hifdzil Alim
menambahkan, bila aturan tersebut diterapkan, pengawasan terhadap PNS
harus dilakukan secara jeli. Kata dia, PNS sebagai pelayan publik
berpeluang besar menerima gratifikasi dari berbagai pihak, walaupun
jumlah tiap pemberian nilainya di bawah satu juta Rupiah. Menurutnya,
kasus semacam ini tetap harus dilaporkan kepada KPK.
Sebelumnya, Dirjen Bea Cukai membolehkan pegawainya menerima pemberian dalam bentuk apapun dengan nilai di bawah Rp 1 juta. Syaratnya, gratifikasi tersebut tidak berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya.
Editor : Sasmito Madrim