KBR, Jakarta - Pemerintah berkomitmen menjamin kepastian hak pendidikan
bagi warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di luar negeri, termasuk
di daerah perbatasan, pelosok dan buruh migran. Hal ini tercermin dalam
penandatangan peraturan bersama antara Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dengan Kementerian Luar Negeri tentang penyelenggaran pendidikan
di luar negeri, hari ini.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies
Baswedan mengatakan, ini merupakan kerjasama kedua kementerian untuk
mencari solusi agar pendidikan bisa terjangkau oleh seluruh WNI. Salah
satunya, kata dia, pembuatan asrama bagi anak-anak yang tinggal di
wilayah perbatasan agar mudah mengakses pendidikan. Fasilitas asrama
tersebut di antaranya dibangun di Kinabalu dan Sebatik, Malaysia
"Kita
mulai menyelenggarakan, sekolah di wilayah Indonesia dengan menggunakan
fasilitas asrama, sehingga anak-anak bisa bersekolah, Senin-Jumat,
nanti baru Sabtu Minggu mereka pulang ke ortunya," jelas Anies di Kementerian Luar Negeri, (14/7/2015).
Anies mencontohkan salah satu kesulitan yang dihadapi para siswa di daerah perbatasan yaitu keterlambatan jam sekolah akibat mobil pengantar siswa yang singgah di beberapa sekolah.
Karena lokasi yang
sering tersebar, jadi daripada mereka habis waktu tiap pagi, di beberapa
titik, anak-anak itu berangkat di 3.30 pagi, jam 4 pagi mereka sudah
berangkat. Karena mobil yang menjemput itu muter ke banyak tempat, baru
nanti 6.30 sampai ke sekolah. Situasi seperti ini situasi yang sangat
berat," tambahnya.
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menambahkan, saat ini terdapat
14 sekolah Indonesia di luar negeri yang diselenggarakan oleh
pemerintah maupun swasta. Sekolah ini melayani sekitar 3 ribu siswa WNI.
Di antaranya di Kuala Lumpur, Kinabalu, Singapura, Bangkok, Yangon,
Jeddah, Riyadh, Mekkah, Kairo, Den Haag, Moskow, dan Beograd.
Editor : Sasmito Madrim