KBR, Jakarta - Brimob Mabes Polri dinilai tidak membutuhkan pelatihan raider
atau penyerbuan militer. Justru, kata Pengamat Kepolisian Bambang Widodo
Umar, pelatihan raider dengan pendekatan kekerasan dinilai akan
membahayakan kinerja Brimob di masyarakat.
"Kalau
polisi ikut cara militer ya keliru. Polisi itu bertugas menjaga
keamanan masyarakat. Dalam tugasnya itu dijauhkan dari sifat kekerasan.
Kalau raider itu kill or to be kill. Tidak dengan cara-cara yang soft
seperti polisi. Kalau ini diterapkan, polisi Indonesia sudah menganut
kekerasan lagi, seperti dulu zamannya ABRI," kata Bambang kepada KBR (28/7/2015).
Bambang khawatir
rencana pelatihan raider akan merusak lembaga kepolisian sendiri. Dia
menyarankan Polri memberikan pelatihan paramiliter guna memperkuat
Brimob menghadapi kejahatan yang intensitasnya tinggi, seperti
perampokan bersenjata atau teroris.
Sebelumnya, Kepala Kepolisian Badrodin Haiti mengirim surat kepada Panglima TNI dengan tembusan KSAD, Irwasum Polri dan jajaran petinggi Polri bernomor B/3303/VII/2015 tertanggal 15 Juli 2015. Surat itu berisi permohonan mengikutsertakan personel Korps Brimob Polri dalam Diklat Raider TNI AD.
Dalam surat itu, Kapolri meminta agar program latihan dan pendidikan raider dilakukan tahun anggaran 2015 dan 2016.
Wakil Kepala Korps Brimob Polri dan Komandan Kopassus pada 8 Juli 2015 di Markas Komando Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur, membahas proses penjajakan kerja sama tersebut.
Editor: Bambang Hari