KBR, Jakarta - Pemerintah dinilai lemah dalam melakukan renegosiasi kontrak dengan PT Freeport.
Direktur Eksekutif Komite Hak Asasi Manusia untuk Keadilan Sosial (IHCS) Gunawan mengatakan, ini terlihat dari poin-poin yang disepakati. Misalnya soal kenaikan royalti emas 3,75 persen. Gunawan mengatakan nilai itu terlalu rendah untuk situasi saat ini, mengingat kerugian negara dengan royalti 1 persen tercatat 256 juta dolar Amerika atau Rp 2,6 triliun lebih sejak 2003 lalu. Negosiasi pun, kata Gunawan, akan memberi kepastian pada Freeport soal perpanjangan kontrak.
"Yang harus digarisbawahi oleh pemerintah, royalti 3,75 persen itu garis bawahnya ya yaitu 3,75 persen, pertanyaannya apakah setelah Freeport melakukan operasi kegiatan penambangan sejak tahun 60an-sekarang ini, itu besarannya tetap itu 3, mengambil garis bawah," kata Gunawan, Sabtu (26/7).
Gunawan mengaku khawatir renegosiasi ini justru jadi jebakan bagi pemerintah selanjutnya sehingga terpaksa memperpanjang kontrak PT Freeport.
(Baca: Jokowi Yakin Kontrak Freeport Tidak Diperpanjang Tahun Ini)
Sebelumnya, pemerintah yang diwakili Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menandatangani nota kesepahaman renegosiasi dengan PT Freeport Indonesia.
Ada enam butir kesepakatan Pemerintah dan PT Freeport. Di antaranya, pembangunan unit pengolahan dan pemurnian (smelter), luas lahan tambang, perubahan perpanjangan kontrak menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), kenaikan royalti untuk penerimaan negara, divestasi, serta penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri.
Editor: Citra Dyah Prastuti