KBR, Jakarta – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) meminta klaim paling benar dari lembaga survei hitung cepat dihentikan. Ketua DKPP Jimly Asshidiq mengatakan, metode ilmiah yang dipakai lembaga survei punya potensi benar dan salah. Perbedaan hasil survei, bisa disebabkan kesalahan metodologi atau perilaku peneliti yang tidak etis. Namun, ia menegaskan konflik antarlembaga survei ini tidak boleh jadi alasan untuk mematikan lembaga tersebut.
“Boleh jadi ada kekeliruan metodologis, atau boleh jadi ada perilaku etik yang patut dipersoalkan, dari salah satu, salah dua atau salah tiga dari peneliti atau lembaga survei itu. Dan kita kan tidak boleh melarang, lembaga survei, apalagi di era demokrasi sekarang,” kata Jimly Asshidiq, di Pondok Labu, (12/7).
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshidiq menambahkan, keputusan sah dan resmi hasil pemilu tetap berada di tangan Komisi Pemilihan Umum. Bila kandidat merasa tidak puas, bisa menempuh jalur terakhir, yakni gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Di MK, keputusan akhir harus diterima oleh semua pihak. Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indikator Buhannudin Muhtadi menyatakan hasil pilpres resmi KPU salah bila memenangkan pasangan nomor urut 1. Sementara, Direktur Puskaptis Husain Yazid juga mengaku lembaganya siap dibubarkan bila hasil resmi KPU memenangkan pasangan nomor urut 2.
Editor: Fuad Bakhtiar