KBR, Jakarta - Aliansi Logistik Indonesia (ALI) menilai, aturan pembatasan waktu penjualan solar bersubsidi untuk menekan penyalahgunaan tidak masuk akal. Anggota ALI, Sugi Purnoto beralasan, potensi penyalahgunaan solar subsidi sangatlah kecil. Sebab, pengawasan di lapangan yang sangat ketat.
Kata Sugi, potensi penyimpangan hanya bisa dilakukan SPBU yang letaknya di pinggiran kota, itupun jumlahnya sangat sedikit.
"Sangat kecil. memang ada, tapi cenderung sangat kecil. Kenapa? Karena posisi SPBU-SPBU ini dimonitor sangat ketat dan tingkat penyimpangannya tidak akan besar. Karena jatah satu SPBU itu tidak besar,” jelas Sugi.
“Satu hari paling banter 32 ton maksimal, 16 ton, atau dalam bahasa minyaknya 16 KL atau 32 KL, tidak besar. Dan tidak semua SPBU berani mengeluarkan itu (solar bersubsidi). Hanya SPBU-SPBU di pinggiran yang jauh dari kontrol.”
Sugi Purnoto menambahkan, membengkaknya konsumsi BBM bersubsidi bukan semata-mata karena penyalahgunaan penggunaan solar. Ujarny,a pembengkakan terjadi karena penggunaan BBM premium yang melebihi kuota.
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) akan membatasi waktu penjualan solar bersubsidi mulai 4 Agustus atau Senin depan. Kebijakan itu akan berlaku nasional.
Melalui surat edaran BPH Migas, penyedia BBM bersubsidi seperti Pertamina hanya bisa melayani pembelian solar subsidi sejak pukul 6 pagi hingga 6 sore. Komite BPH Migas, Ibrahim Masyim mengatakan, peraturan ini akan diberlakukan di sejumlah wilayah yang rawan terjadi penyalahgunaan solar.
Editor: Antonius Eko