KBR68H, Jakarta – Dua warga Muhammadiyah yang menjadi korban salah tangkap Densus 88 Antiteror mengalami trauma psikologis.
Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mukti mengatakan, trauma psikologis yang dialami merupakan cap teroris yang diberikan oleh polisi.
Selain melekat kepada kedua warganya, cap teroris juga melekat kepada keluarga korban. Dia meminta kepolisian untuk lebih waspada menggunakan istilah teroris.
“Informasi yang kami terima kami tidak mengalami kekerasan yang bersifat fisik. Kami hanya dapat informasi mereka hanya mengalami bekas borgol itu wajar. Bahwa mereka mengalami tekanan psikologis memang itu tidak bisa dihindari, label mereka disebut sebagai teroris itu, jangankan ditangkap disebut teroris itu sangat menyakitkan. Ada tekanan psikologis bagi siapapun,” ujar Abdul Mukti saat dihubungi KBR68H.
Beberapa waktu lalu, Polisi meringkus empat tersangka teroris di Tulungagung, Jawa Timur. Dalam penyergapan tersebut, dua tersangka tewas tertembak Densus 88 saat terjadi baku tembak.
Sementara dua lainnya ditahan yakni Mugi dan Hartanto merupakan warga Muhammadiyah. Namun, kemarin kepolisian telah melepaskan mereka karena tidak terlibat dengan terorisme.
Editor: Anto Sidharta
Kala Seseorang Mendapat Cap Teroris
Dua warga Muhammadiyah yang menjadi korban salah tangkap Densus 88 Antiteror mengalami trauma psikologis. Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mukti mengatakan, trauma psikologis yang dialami merupakan cap teroris yang diberikan oleh polisi.

NASIONAL
Selasa, 30 Jul 2013 18:53 WIB


Cap Teroris, Muhammadiyah
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai