KBR68H- Dewan Pers kembali mengingatkan pengelola media yang kerap mengeksplotasi pemberitaan kasus kejahatan asusila. Menurut Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, banyak pengaduan yang masuk ke Dewan Pers tentang berita kasus kejahatan susila yang dinilai melanggar Kode Etik Jurnalistik. Berdasarkan kode etik, jurnalis seharusnya tidak menyebtukan dan menyiarkan identitas kejahatan asusila. Namun, faktanya banyak wartawan yang secaara jelas mengungkap identitas korban.
"Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak, namun wartawan kerap menulis nama korban, nama orangtua, nama dan alamat rumah, kampung, desa, kantor atau sekolahnya,"ujar Bagir Manan.
Dewan Pers menyatakan perlunya jurnalis Indonesia untuk bersikap hati-hati dan bijaksna dalam meliput kasus-kasus asuslia. Berita yang terlampau vulgar, dapat menambah trauma dan penderitaan bagi korban, juga berpotensi menimbulkan copy cat, yaitu pelaku kejahatan baru yang terinspirasi oleh kejahatan yang terjadi sebelumnya.
"Prinsip hati-hati, empati, dan sikap bijaksana sangat dituntut dalam setiap pemberitaan tentang kejahatan susila. Semua itu perlu dilakukan agar pers dapat berkontribusi melindungi korban dan sekaligus tidak kehilangan peran mendorong penegakan hukum serta bersama-sama dengan seluruh elemen masyarakat mencegah terjadinya kejahatan susila,"tambah Bagir Manan.
Sikap bijaksana dan berhati-hati dari media dapat ditunjukkan, misalnya, dengan tidak mengungkap hal-hal yang dapat mengarah terungkapnya identitas korban kejahatan susila. Pemuatan nama inisial korban sebaiknya dihindari. Dewan Pers menganjurkan penggunaan sebutan ”seorang perempuan”, ”seorang anak” atau ”korban” untuk menggambarkan ”identitas korban”. Pemuatan gambar korban dan keluarganya, gambar tempat tinggal atau tempat kerjanya, walaupun disamarkan atau diburamkan, masih berpotensi mengarah pada terungkapnya identitas korban. Karena itu, pemuatan gambar-gambar tersebut sebaiknya juga dihindari.
Sebelumnya, Wartawati korban pemerkosaan mengaku kecewa dengan pemberitaan media massa yang mengutip pernyataan resmi Kepolisian Daerah Jakarta Raya (Polda Metro Jaya). Pemberitaan selama lebih dari seminggu mengumbar hubungan sang wartawati dengan rekan kerjanya, CK. Sampai-sampai muncul dugaan bahwa laporan yang dibuat tanggal 20 Juni di Polres Jakarta Timur adalah rekayasa
Ia heran mengapa media begitu telanjang melakukan pemberitaan terhadap kasus pemerkosaan yang menimpa perempuan. Beberapa media bahkan langsung mengutip tanpa verifikasi fakta bahwa ia mengarang cerita pemerkosaan, ketahuan berbohong oleh lie detector (alat deteksi kebohongan), padahal semua fakta bisa dicek berdasarkan kronologi kejadian dan lewat penyelidikan terhadap sejumlah saksi. Meski saksi langsung yang menyaksikan kejadian tersebut tidak ada.
Wartawati itu mengalami pemerkosaan pada 20 Juni, selepas magrib, di sebuah gang di daerah Pramuka. Mata sebelah kirinya lebam dan masih meninggalkan bekas merah hingga sekarang. Keningnya sempat tergores sepanjang delapan centimeter, serta sedikit pecah di bibir.
Dewan Pers Ingatkan Media Tak Eksploitasi Korban Kejahatan Asusila
Dewan Pers kembali mengingatkan pengelola media yang kerap mengeksplotasi pemberitaan kasus kejahatan asusila.

NASIONAL
Kamis, 11 Jul 2013 17:15 WIB


dewan pers, perkosaan, jurnalis perempuan, asusila
Kirim pesan ke kami
WhatsappRecent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)
Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut
Menguji Gagasan Pangan Cawapres
Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai