Bagikan:

Keamanan Jaksa Sering Terancam, Jadi Alasan TNI Jaga Kejaksaan

" Kejagung kan juga objek vital yang harus dilindungi dan TNI juga memiliki kewenangannya dalam hal ini. Kalau pengamanan dari kepolisian tentu sifatnya pribadi atau personal."

NASIONAL

Senin, 02 Jun 2025 16:36 WIB

Author

Shafira Aurel

Keamanan Jaksa Sering Terancam, Jadi Alasan TNI Jaga Kejaksaan

Jaksa Agung ST Burhanuddin menerima kunjungan Panglima TNI Agus Subianto di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (15/1/2024). (ANTARA/HO-Puspenkum Kejagung)

KBR, Jakarta - Kasus pembacokan atau penyerang terhadap jaksa oleh orang tak dikenal (OTK) menuai sorotan. Dalam waktu yang berdekatan, peristiwa itu terjadi di Deli Serdang, Sumatera Utara dan Depok, Jawa Barat.

Di Deli Serdang, jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) bernama John Wesli Sinaga (53) dan stafnya, Acensio Silvanof (25), dibacok orang tak dikenal pada Sabtu (24/5/2025). Korban mengalami luka serius dan harus mendapatkan penanganan intensif di rumah sakit. Kejadian serupa juga menimpa jaksa berinisial DSK di Depok, Sabtu (24/5/2025) dini hari.

Lembaga penelitian kebijakan publik atau The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII) menilai, peristiwa penyerangan jaksa bukan sekadar bentuk kekerasan terhadap individu, melainkan ancaman terbuka terhadap proses hukum di Indonesia.

Peneliti Bidang Hukum TII Christina Clarissa Intania menyebut dalam banyak kasus, insiden kekerasan terhadap aparat hukum (APH) tidak muncul dari ruang kosong. Motifnya bisa sangat beragam, tergantung konteks perkara yang sedang ditangani.

Beberapa di antaranya ditengarai untuk menghambat jalannya proses hukum, mengarahkan hasil putusan sesuai kepentingan tertentu, hingga mencegah terungkapnya informasi yang berpotensi merugikan pihak-pihak tertentu.

"Oleh karena itu, sulit untuk menarik kesimpulan tunggal atau menyamaratakan penyebabnya. Karena kejadian penyerangan terhadap APH bukan kejadian pertama, ini sudah berulang. Dan tampaknya tidak ada evaluasi dalam hal ini, semisal pengamanan atau mekanisme internal lembaga terkait," kata Christina kepada KBR, Kamis (29/5/2025).

"Sebagai negara hukum, Indonesia tidak boleh membiarkan praktik intimidasi, teror, atau kekerasan menjadi bagian dari ekosistem hukum kita. Tindakan tegas dan terbuka dari negara menjadi penanda bahwa keadilan tetap berjalan," lanjutnya.

Baca juga:

Christina mendesak agar peristiwa penyerangan semacam itu diusut tuntas, sehingga tidak terus terulang.

"Kejadian semacam ini sangat mungkin terulang kembali di masa mendatang. Situasi ini menempatkan aparat penegak hukum dalam posisi rentan. Terlepas dari kepercayaan masyarakat yang sedang menurun terhadap aparat penegak hukum saat ini, kejadian ini dapat menurunkan kepercayaan publik lebih jauh terhadap kemampuan negara dalam melindungi warganya yang menjalankan tugas penegakan hukum," ucapnya.

Usai peristiwa penyerangan ini, Kejagung mengingatkan pegawainya supaya makin waspada.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar juga telah memerintahkan kantor kejaksaan di seluruh daerah menindaklanjuti segera Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara terhadap Jaksa.

"Perpres ini merupakan bagian untuk memperkuat kerja sama antara Kejaksaan dengan Polri dan TNI. Langkah ini juga sebagai bentuk perlindungan terhadap penegakan hukum. Jadi ini di daerah sedang berproses ya penerapannya. Tentu disesuaikan dengan kebutuhannya masing-masing," katanya berdasarkan rilis yang diterima.

Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara terhadap Jaksa

Perpres tersebut salah satunya mengatur perlindungan terhadap jaksa diberikan oleh kepolisian dan TNI. Perpres terbit tak lama setelah Panglima TNI Agus Subiyanto menerbitkan surat telegram pengerahan personel pengamanan di Kejaksaan pada 5 Mei 2025. Surat telegram itu diklaim sebagai bagian dari Nota Kesepahaman Nomor NK/6/IV/2023/TNI tanggal 6 April 2023.

Sering Terancam, TNI Jaga Kejaksaan Dinilai Tepat

Komisi Kejaksaan (Komjak) prihatin atas peristiwa penyerangan yang terjadi belakangan ini.

Ketua Komjak Pujiyono Suwadi mengecam keras aksi teror dan anarkis yang dilakukan orang tidak dikenal terhadap jaksa di beberapa daerah. Menurutnya, kasus ini perlu diusut secara tuntas dan transparan agar tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari.

"Pelaku harus ditangkap, motifnya harus diungkap. Jaksa ini sebenarnya rawan sekali dia, karena dia berkaitan dengan perkara ya. Makanya perlu pengawasan ketat sebetulnya," kata Pujiyono kepada KBR, Rabu (28/5/2025).

Pujiyono menilai Perpres Nomor 66 Tahun 2025 tentang perlindungan jaksa yang baru diteken Presiden Prabowo Subianto merupakan kebijakan yang tepat.

Dia berpandangan, pengamanan jaksa sudah sangat mendesak karena ancaman yang makin nyata terjadi di lapangan.

"Dengan hadirnya Perpres ini, ini sudah tepat ya dengan melibatkan TNI menjaga Kejagung. Kejagung kan juga objek vital yang harus dilindungi dan TNI juga memiliki kewenangannya dalam hal ini. Kalau pengamanan dari kepolisian tentu sifatnya pribadi atau personal. Sedangkan untuk pengamanan institusi itu lebih ke TNI. Tentu dengan pengamanan dari Polri dan TNI diharapkan peristiwa semacam ini tidak terjadi lagi," ucapnya.

Pujiyono mengatakan Komjak juga akan menyusun laporan tentang urgensi pengamanan jaksa usai rentetan penyerangan ini.

Mobil Polisi Militer terparkir di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (27/5/2024). (Foto: ANTARA/Galih Pradipta)


TNI Jaga Kejaksaan Bertentangan dengan Hukum

Peneliti Bidang Hukum TII Christina Clarissa Intania mengatakan pengamanan terhadap jaksa memang diperlukan. Namun efektivitas kerja sama Kejaksaan dan TNI dalam pengamanan perlu ditinjau ulang.

"Terlepas dari polemik TNI yang menjaga Kejaksaan, perlindungan yang diberikan Polri dan TNI sejauh ini masih tampak terbatas pada aspek fisik dan simbolik, seperti penjagaan perimeter gedung, tanpa menyentuh substansi perlindungan terhadap individu yang secara langsung berhadapan dengan risiko dalam pekerjaan mereka," ujar Christina.

"Ini menimbulkan pertanyaan, sebenarnya siapa atau apa yang sedang dilindungi, dan dari siapa? Jika personel Kejaksaan masih dapat diserang secara terang-terangan, maka tujuan awal dari kerja sama pengamanan ini layak untuk ditinjau ulang," tekannya.

Sementara itu, pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai penyerangan terhadap jaksa tidak bisa dijadikan alasan pembenar TNI bisa menjaga Kejaksaan.

Menurutnya, pelibatan TNI dalam pengamanan Kejagung berpotensi menimbulkan kompleksitas hukum dan ancaman terhadap independensi Kejaksaan.

"Ini cukup aneh ya. Secara hukum harusnya Kejaksaan melibatkan Polri karena ini lebih relevan dan memiliki kewenangan yang jelas jika dibandingkan TNI. Dengan adanya pelibatan TNI, ini lagi-lagi justru semakin memperjelas hukum-hukum yang dilanggar. Penggunaan kekuatan militer dalam urusan sipil ini kan hanya bisa dibenarkan dalam situasi yang urgensitasnya jelas," kata Fahmi kepada KBR, Kamis (29/5/2025).

Kehadiran TNI di Kejaksaan Agung juga bisa memicu kekhawatiran akan intervensi militer di ranah peradilan.

Senada, Peneliti Senior Imparsial Al Araf menilai, pelibatan prajurit TNI untuk menjaga Kejaksaan di seluruh Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang TNI dan konstitusi.

Menurutnya, pengamanan institusi Kejaksaan bisa dilakukan oleh satuan pengamanan internal atau satpam, tanpa perlu melibatkan personel TNI. Sebab, tak ada ancaman yang bisa menjustifikasi dan mengharuskan pengerahan satuan TNI.

"Saya rasa tidak ada kedaruratan dalam hal ini ya. Apa yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia, hari ini kondisinya masih situasi normal. Jadi kalau TNI diseret untuk menjaga jaksa tentu kondisi ini dapat menimbulkan kekacauan dalam sistem ketatanegaraan yang ada, dengan mencampurkan fungsi penegakan hukum dan fungsi pertahanan," ujarnya kepada KBR, Jumat (30/5/2025).

Baca juga:

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending