KBR, Jakarta- Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dinilai tidak jelas pelaksanaannya. Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan, salah satu yang membuat program ini tak jelas yakni manfaatnya yang tumpang tindih dengan BPJS Ketenagakerjaan yang juga memberi bantuan atau subsidi perumahan bagi para pesertanya.
Dari situ ia menilai, aliran dana dari iuran Tapera ini rawan disalahgunakan. Jika tiap pekerja saja dibebani potongan 3 persen dari upahnya tiap bulan, pengelola Tapera bisa mengumpulkan uang triliunan.
"Pemerintah itu selalu niatnya baik, Presiden itu selalu niatnya baik, tapi di bawahannya ini jadinya gak jelas semua. Ya ini yang harus konsisten dan jelas. Nanti tiba-tiba 'kita kelola keuangan ini ke aset manajemen', wah tambah gak jelas lagi nanti duitnya hilang semua nanti. Tapera dan BPJS Tk itu sama isinya. Kedua, manfaatnya itu selama ini gak jelas. Ketiga pengalaman kita dalam histori kita, mulai zamannya orde baru sampai hari ini, semua yang tabungan-tabungan ini itu gak jelas," kata Paulus saat dihubungi KBR, Minggu (7/6/2020) sore.
Baca juga: Keberatan Iuran Tapera, Pengusaha Minta Pemerintah Manfaatkan BPJS Ketenagakerjaan
Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida khawatir duit hasil iuran Tapera ini malah digunakan untuk kepentingan selain perumahan rakyat. Sebab anggaran sebesar itu sangat rawan dimainkan oleh pemilik kepentingan.
Ia juga menyoroti besarnya iuran yang dibebankan yakni 3 persen--2,5 persen ke pekerja dan 0,5 persen ke perusahaan. Potongan iuran tersebut akan makin memberatkan pekerja karena sudah banyak potongan iuran lain dari asuransi wajib pemerintah.
Ia menyarankan pemerintah fokus mempermudah persyaratan rumah bersubsidi bagi rakyat daripada harus memotong iuran pekerja lewat Tapera. Sebab selama ini ia mengeluhkan rumitnya persyaratan administrasi untuk mengembangkan rumah subsidi bagi rakyat.
"Kebijakan mempermudah. Karena yang ada selama ini sampai dengan menteri kenyataannya semuanya itu jelas. Begitu ke bawahnya itu gak jelas. Jadi pengadaan rumah untuk rumah sederhana bersubsidi itu tambah sulit," sarannya.
Editor: Rony Sitanggang