KBR, Jakarta- Pakar Biologi Molekular Universitas Gadjah Mada Sismindari menyatakan kekhawatirannya terhadap peredaran vaksin yang tak steril. Sismindari mengatakan, vaksin palsu memang tidak berbahaya asal proses pembuatannya steril serta diberikan hanya sekali dan dalam dosis kecil. Namun, kata dia, pembuatan vaksin, apalagi yang disuntikkan ke dalam tubuh atau injeksi harus dibuat lebih hati-hati, dibanding yang dimakan. Pasalnya, vaksin injeksi akan langsung masuk dalam aliran darah dan bereaksi terhadap tubuh.
"Itu kan antibiotik, dan jumlahnya sedikit banget. Memang kalau diberikan sekali sih tidak berefek apa-apa, tidak berefek pada pasien. Kalau itu steril ya, cara membuatnya. Kalau itu tidak steril, bisa bahaya juga, bisa infeksi si pasien tadi, misalnya panas," kata Sismindari kepada KBR, Rabu (29/06/16).
Sismindari mengatakan, penggunaan vaksin palsu yang steril dan berdosis kecil memang tidak memberikan reaksi negatif pada tubuh. Kata dia, pasien hanya tidak akan merasakan dampak yang diharapkan, misalnya terhindar dari penyakit campak atau hepatitis. Namun, vaksin tetap bisa memberikan reaksi seperti gatal dan demam bagi bayi yang alergi.
Sismindari berujar, vaksin palsu yang sempat beredar kebanyakan dalam bentuk injeksi. Bagi dia, kekhawatiran justru bukan pada kandungan, melainkan proses pembuatan vaksin yang tidak steril. Alasannya, vaksin injeksi yang tidak steril akan sangat berbahaya bagi tubuh pasien karena langsung tercampur dengan darah.
"Apapun yang dibuat serampangan, ya bahaya juga, karena itu injeksi. Kalau lewat makanan sih tidak masalah, karena yang kita makan ada bakterinya juga tidak masalah. Ada yang membunuh. Misalnya polio kan dimakankan, itu tidak begitu bahaya, tapi kalau injeksi, kalau tidak steril, PH-nya tidak pas, ya sakit. Membuat injeksi itu harus lebih teliti dibanding membuat tablet," kata Sismindari.
Kata dia, vaksin injeksi harus melewati banyak pengujian sebelum dinyatakan aman dan layak diberikan kepada pasien. Dia mencontohkan, pengujian yang harus dipenuhi itu misalnya uji pirogen untuk menjamin tidak ada kandungan senyawa berbahaya dalam aksin dan uji iritasi untuk memastikannya aman diberikan pada pasien.
Baca juga:
IDAI: Umumkan Kandungan Vaksin Palsu
Heboh Vaksin Palsu, BPOM: 28 Yankes Beli via Jalur Ilegal
Beberapa waktu lalu, Kepolisian menyatakan ada sindikat pemalsu vaksin sejak 2003 dengan distribusi ke seluruh Indonesia. Wilayah penyebaran vaksin palsu itu meliputi Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatra Utara. Vaksin itu beredar di rumah sakit dan apotek. Ada enam vaksin palsu yang beredar, misalnya campak, polio, dan hepatitis B. (mlk)