Bagikan:

Soal Vaksin Palsu, Ini Akar Masalahnya

Kementerian Kesehatan wajib membenahi sistem pengawasan yang kacau balau.

BERITA | NASIONAL

Minggu, 26 Jun 2016 16:25 WIB

Author

Eli Kamilah

Ilustrasi. (Antara)

Ilustrasi. (Antara)

KBR, Jakarta-Yayasan Perlindungan Konsumen Kesehatan Indonesia YPKKI meminta Kementerian Kesehatan dan  Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) tidak melempar masalah vaksin palsu kepada masyarakat. 

Seharusnya, kata Direktur Utama YPKKI Marius Widjajarta, kedua institusi duduk bersama dan melakukan investigasi terkait hal tersebut. Keduanya, kata dia juga wajib membenahi sistem pengawasan yang selama ini kacau balau. 

Marius menjelaskan sejak terbitnya  Permenkes No. 35 tahun 2014, pembinaan dan pengawasan apotek berada di bawah Kementerian Kesehatan, tidak lagi menjadi tanggungjawab BPOM.  Hal inilah kata dia yang menjadi celah vaksin-vaksin palsu masuk. Pengawasan yang seharusnya berada di tangan BPOM, harus beralih ke institusi yang mengurusi regulasi. Apalagi, Kemenkes sendiri tidak punya badan pengawas, balai, dan tidak punya penyidik.

"Setelah adanya permenkes 35 tahun 2014, BPOM tidak bisa melakukan pembinaan dan pengawasan di apotek, itu sesuai pasal 9. Padahal di Kemnekes sendiri tidak punya tempat itu. Keduanya tidak hanya hilirnya, jangan katakan masyarakat harus teliti hati-hati, tenaga kesehatan juga harus hati-hati. Ini yang jadi masalah adalah pemerintah. Jangan lempar masalah deh," kata Marius kepada KBR, Minggu (26/6/2016)

Marius menambahkan setelah dilakukan penyelidikan, pemerintah wajib mencopot pejabat yang lalai di kedua institusi. Dia mempertanyakan kinerja Kemenkes selama dua tahun ini dalam melakukan pengawasan sesuai permenkes No. 35 tahun 2014, baik dari aspek produksi dan distribusinya. 

"Saya minta itu ditanggungjawabkan permenkes ini. Selama dua tahun itu apa yang sudah dilakukan. ini risiko hampir dua tahun pengawasannya untuk apotek tidak ada,"ujarnya. 

Marius juga menyayangkan hukuman pelaku pembuat vaksin palsu yang rendah, yakni hanya dijerat 15 tahun penjara. 

"Vaksin ini membahayakan. Imunitas tidak ada, bisa saja kematian, ataupun keracunan. Ini kejahatan, pemerintah harus tegas. Harus dihukum mati, ini menganggu ketahanan negara," kata dia

Penyidik Subdirektorat Industri dan Perdagangan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri membongkar sindikat pemalsu vaksin untuk balita. Dari operasi tersebut, diketahui bahwa sindikat tersebut telah memproduksi vaksin palsu sejak tahun 2003 dengan distribusi di seluruh Indonesia. Hingga saat ini, penyidik baru menemukan barang bukti vaksin palsu di tiga daerah, yakni Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.

Kelompok penjual dan produsen masing-masing mendapat keuntungan paling besar dari praktik ilegal tersebut. Yakni, 25 juta per pekan untuk produsen dan 20 juta rupiah untuk penjual. Kini, penyidik tengah menyelidiki apakah ada oknum dari rumah sakit, puskesmas, atau klinik kesehatan yang turut terlibat dalam sindikat tersebut atau tidak.

Awal Mula Kasus

Sindikat pemalsu vaksin balita berawal dari ditemukannya anak-anak yang kondisi kesehatannya terganggu setelah diberikan vaksin. Selain itu, ada pula laporan pengiriman vaksin balita di beberapa puskesmas yang mencurigakan.

Hingga pada 16 Mei 2016, penyidik menangkap pelaku bernama Juanda yang merupakan penjual vaksin palsu melalui dua toko obat miliknya, CV Azka Medical yang terletak di Jalan Raya Karang Santri Nomor 43 Bekasi, dan Bumi Sani Permai, Tambun, Bekasi.

Penyidik turut menggeledah rumah kontrakan milik pelaku yang terletak di Dewi House, Jalan Pahlawan Nomor 7, Tambun, Bekasi. Akhirnya Penyidik menetapkan J sebagai tersangka dan mengenakan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun dan denda Rp 1,5 milyar.

Pengembangan kasus berlanjut, pada 21 Juni 2016, penyidik menggeledah enam titik. Keenam titik itu yakni Apotek Rakyat Ibnu Sina, sebuah rumah di Jalan Manunggal Sari, sebuah rumah di Jalan Lampiri Jatibening, sebuah rumah di Puri Hijau Bintaro, sebuah rumah di Jalan Serma Hasyim Bekasi Timur, dan Kemang Regency.

Di tiga lokasi, penyidik menangkap sembilan pelaku yang masing-masing terdiri dari lima orang sebagai produsen, dua orang sebagai kurir, satu orang sebagai pencetak label palsu, dan seorang lainnya merupakan penjual vaksin palsu. Dua dari lima produsen berinisial R dan H adalah pasangan suami istri.

Dalam seluruh penggeledahan, penyidik mengamankan barang bukti, yakni 195 sachet hepatitis B, 221 botol vaksin polio, 55 vaksin antisnake, dan sejumlah dokumen penjualan vaksin. Kesembilan orang tersebut kini sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Pencampuran Vaksin Palsu


Mabes Polri menyebut pelaku, khususnya kelompok produsen, kebanyakan merupakan lulusan sekolah apoteker. Namun, mereka tidak menerapkan standar yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan dalam memproduksi vaksin itu. Misalnya, cairan yang mereka gunakan sama sekali bukanlah cairan yang seharusnya menjadi bahan baku vaksin.

Dari penggeledahan dan pemeriksaan yang dilakukan kepolisian, diketahui para pelaku menggunakan cairan antitetanus dicampur dengan cairan infus sebagai bahan dasar vaksin palsu tersebut. Campuran itu akhirnya dimasukan ke dalam botol bekas. Setelah itu dikemas, dan diberikan label palsu. Pembuatan vaksin juga tidak dilakukan di laboratorium, tetapi dilakukan di sebuah gudang yang dipakai sebagai tempat peracikan vaksin. 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending