KBR, Jakarta- Keuangan Syariah tumbuh pesat, Bank Indonesia terbitkan aturan transaksi lindung nilai (hedging) syariah. Deputi Gubernur BI, Hendar, mengatakan arus transaksi valas melalui Lembaga Keuangan Syariah(LKS) semakin meningkat. Data BI per Maret 2016, pembiayaan valas syariah meningkat 14 triliun.
Sementara, belum ada aturan melindungi transaksi valas ini dari potensi kerugian akibat perubahan nilai tukar rupiah.
"Exposure-nya dalam bentuk kewajiban valas dan aset valas juga terus mengalami peningkatan. Kita memerlukan mitigasi risiko. Dalam kondisi keuangan global, dewasa ini, bahwa risiko-risiko terhadap stabilitas nilai tukar itu masih ada. Dua risiko yang mengemuka sekarang ini kan Brexit dan Fed Fund Rate," ujarnya di Gedung Serbaguna BI, Jumat(17/6/2016).
Dalam hedging syariah, prinsip yang ditekankan adalah tidak ada spekulasi. Transaksi harus dilakukan berdasarkan kebutuhan nyata yang dibuktikan dengan menyerahkan underlying transaction saat meminta hedging. Mekanismenya didahului melalui perjanjian.
Artinya, sebelum transaksi terjadi penjual dan pembeli membuat kesepakatan akan melakukan transaksi di waktu yang ditentukan, dengan jumlah nominal dan mata uang yang disepakati, serta nilai tukar tertentu.
Asisten Direktur Departemen Perbankan Syariah, Rifki Ismail, menegaskan dokumen perjanjian itu tidak boleh diperjualbelikan.
"Dokumen perjanjian itu nantinya ga boleh diperjualbelikan. Ini kan agreement. Agreementnya ga bisa diperdagangkan. Nilai hedgingnya juga ga boleh lebih dari underlying."
Dengan adanya hedging syariah ini, potensi kerugian akibat transaksi valas
bisa dikurangi karena nilai tukar sudah disepakati sebelumnya. Jika nanti transaksi diputuskan batal, ada sanksi yang harus dibayar sesuai perjanjian.
Editor: Rony Sitanggang