KBR, Jakarta- Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menilai berlebihan soal penilaian c yang menunggu kepastian pemberlakuan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty. Bambang mengatakan, seharusnya S&P lebih berfokus pada defisit anggaran di Indonesia. Meski begitu, Bambang mengakui masih ada risiko fiskal di Indonesia.
"Saya enggak ngerti, kenapa mereka masih mempertahankan yang sama. Risiko fiskal kan dari dulu juga sudah ada. (Soal mereka menunggu tax amnesty) Menurut saya, itu agak berlebihan. Harusnya jangan lihat ada tax amnesty atau enggak. Paling penting kita itu defisitnya. Defisit kita itu jauh lebih ke budget. Defisit kita jauh di bawah defisit Malaysia yang dapat investment grade atau di bawah negara-negara maju di atas kita," kata Bambang di kantornya, Jumat (03/06/16).
Bambang mengatakan, tax amnesty memang diperkirakan mampu mengurangi risiko pelebaran defisit karena penerimaan yang tidak mencapai target. Namun, kata dia, penilaian S&P tentang manajemen fiskal seharusnya lebih menitikberatkan pada defisit anggarannya. Apabila itu menjadi penilaian, Indonesia bisa mendapat keuntungan, karena ini, defisit anggaran Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara lain yang sudah mendapat predikat layak investasi atau investment grade seperti Malaysia.
Kemarin, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, penialaian S&P yang tidak berubah karena ingin melihat hasil dari pemberlakuan tax amnesty. Dia berujar, S&P ingin mempertimbangkan apabila Tax Amnesty batal berlaku, beban defisit Indonesia akan semakin tinggi.
Editor: Rony Sitanggang