KBR, Jakarta- Pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati dana otonomi khusus untuk Papua dan Papua Barat dengan persentase 75 banding 25 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Perubahan (APBNP) 2016. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan, Budiarso Teguh Widodo mengatakan kesepakatan itu berdasarkan pertimbangan kebutuhan di Papua yang jauh lebih besar dibanding Papua Barat. Persentase untuk Papua diperbesar karena dalam APBN 2016 nilainya 66 banding 33.
"Kalau yang aspirasinya yang dari dapilnya Papua, kebutuhan di sana lebih banyak. Tingkat kemahalan juga lebih tinggi di Papua, jauh, dibanding Papua Barat, dan yang paling utama memang kemahalan. Jumlah penduduk relatif, dan jumlah kampung juga lebih banyak di Papua. Jadi make sense juga kalau 75 dan 25," kata Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan, Budiarso Teguh Widodo di komplek Parlemen, Selasa (21/06/16).
Budiarso mengatakan, ada beberapa pertimbangan untuk menentukan besaran dana otonomi khusus untuk Papua dan Papua Barat. Kata dia, indikator yang digunakan pemerintah di antaranya jumlah penduduk, jumlah kampung, dan kemahalan harga di kedua provinsi itu.
Budiarso mengatakan, dalam RAPBNP 2016, pemerintah mengalokasikan dana tambahan pembangunan infrastruktur senilai Rp 2,8 triliun untuk Papua dan Papua Barat. Dana itu selain hak kedua provinsi itu sebagai otonomi khusus yang disediakan sebesar Rp 7,7 triliun. Dana otonomi khusus itu senilai 2 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) nasional.
Editor: Rony Sitanggang