KBR, Banyuwangi - Tewasnya Angeline anak berusia 8 tahun asal Denpasar Bali pada Selasa (9/6/2015) lalu, terus menuai simpati dari sejumlah kalangan. Di Banyuwangi, Jawa Timur, Ratusan pelajar yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) setempat menggelar doa bersama dan pembacaan tahlil untuk Angeline.
Ketua Pengurus Cabang IPNU Banyuwangi, Mohammad Zakaria Ishaq mengatakan, doa bersama ini dilakukan sebagai wujud keprihatinan terhadap kejadian yang memilukan tersebut.
Kata Zakaria, kejadian tewasnya Angeline ini merupakan peringatan kepada orang tua, agar tidak begitu mudah untuk memberikan hak asuh anak kepada orang lain.
“Tentunya tidak hanya kesalahan dari keluarga saja, tapi juga dari lingkungan Angeline. Sangat menyesalkan, kami juga berharap kepada KPAI supaya lebih mengadvokasi hal- hal yang terjadi seperti ini supaya tidak ada terulang Angeline- Angeline yang lain,” kata Mohammad Zakaria Ishaq (13/6/2015).
Zakaria menambahkan, IPNU Banyuwangi mendesak kepada aparat kepolisian dan Komisi Perlindungan Anak untuk menuntaskan kasus ini dan mencari dalang utama pembunuhan Angeline. Sebab jika kejadian ini tidak diusut tuntas, maka tidak akan memberikan efek jera bagi pelaku.
Angeline adalah anak kedua Hamidah dan Rosidiq.
Hamidah berasal dari Desa Tulungrejo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi, Jawa
Timur.
Hamidah anak ketujuh dari sembilan bersaudara dari pasangan Misyah dan Senimo.
Hamidah sudah meninggalkan Banyuwangi untuk bekerja sebagai pembantu rumah
tangga di Bali sejak berusia 15 tahun. Kemiskinan yang membelit keluarga Misyah
membuat Hamidah hanya bisa sekolah hingga kelas 3 SD dan bekerja di usia
belia.
Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia sempat mencurigai pelaku hilangnya bocah kelas III sekolah dasar itu justru keluarganya sendiri. Hingga akhirnya polisi menemukan Angeline tewas dengan luka di kepala dan dililit sebuah kain.