KBR,Jakarta – Direktur Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti menilai Dewan Perwakilan Rakyat menjebak Presiden RI Joko Widodo untuk menyetujui usulan program dana aspirasi yang diperkirakan sebesar Rp 20 miliar per anggota DPR. Menurut Ray, hal itu ditunjukkan dengan disahkannya Peraturan DPR tentang tata cara pengusulan pembangunan daerah pemilihan (UP2DP) atau dana aspirasi kemarin Selasa (23/6/2015) di Rapat Paripurna DPR.
“Ini seperti memaksa presiden setuju dengan dana aspirasi itu jadi mereka buat dulu aturan-aturan yang seolah-seolah mengikat presiden. Padahal itu hanya mengikat mereka saja. Ya kan kemarin itu kan hanya aturan yang berkaitan dengan tata cara pengusulan kan itu saja kemarin, bahkan nominal belum disepakati,” kata Ray di Jakarta, Rabu (24/6/2015).
Menurut dia seharusnya DPR terlebih dahulu meminta revisi anggaran APBN terkait dana aspirasi tersebut. Lalu, kata dia, setelah revisi tersebut DPR bisa mengusulkan program-program baru.
“Kalau sudah masuk APBN itu sudah legal tapi kalau sekarang belum ada kewajiban Presiden (mensahkan),” kata Ray.
Selain itu, Ray juga menilai dana aspirasi yang diambil dari APBN tidak sesuai dengan kebutuhan yang dijadikan alasan oleh anggota DPR, yaitu membiayai permintaan daerah pemilihan mereka. Ia memberi contoh membangun sekolah dan menambal jalan di daerah-daerah pilihannya adalah tanggung jawab dari DPRD Tingkat 2 bukan untuk anggota DPR RI.
“Alokasi anggaran APBN itu jelas, itu yang sering kita sebut jalan provinsi jalan negara maupun kabupaten atau kota dan desa, ini tiba-tiba anggaran negara masuk untuk membiayai jalan kabupaten atau kota, ini keluar dari rencana anggaran nasional,”
Seperti diketahui, sejumlah anggota DPR menyatakan dana aspirasi itu ialah perwujudan pasal 80 huruf J Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang berbunyi anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan.
Editor: Malika