KBR, Jakarta – LSM Hak Asasi Manusia KontraS menyebutkan polisi mejadi pihak yang paling sering melakukan tindak kekerasan di kalangan penegak hukum. Praktik penyiksaan di Indonesia terus mengalami peningkatan selama 4 tahun terakhir.
Hal ini disampaikan oleh Haris Azhar, koordinator KontraS dalam peluncuran laporan KontraS dalam rangka memperingati Hari Anti Penyiksaan Sedunia, Kamis (26/5).
“Tahun demi tahun meningkatnya memang tidak besar tapi selalu ada peningkatan. Tahun lalu itu sekitar 100 kasus tahun ini ada 112 kasus,” kata Haris.
Berdasarkan laporan terakhir dari KontraS, kasus penyiksaan ini sering dilakukan oleh aparat penegak hukum –polisi, TNI, dan sipir- terhadap masyarakat sipil terutama narapidana.
Salah satu aparat penegak hukum dengan jumlah kasus paling banyak adalah polisi. Motifnya beragam, mulai dari mencari keterangan, menghukum, sampai memaksa memberikan keterangan palsu.
“Angkanya paling tinggi polisi. Berdasarkan laporan KontraS sampai tahun ini, polisi selalu juara satu, tahun ini ada 25 kasus. Kasus di lembaga pemasyarakatan angkanya juga meningkat,” jelas Haris.
Meningkatnya angka penyiksaan ini dinilai akibat dari minimnya penghukuman terhadap para pelaku. Berdasarkan laporan KontraS tahun 2012-2013 ada 17 laporan kasus yang masuk ke KontraS.
Dari kasus itu, hanya 2 kasus yang ditindak dengan sanksi pidana dan 1 kasus ditindak dengan sanksi administratif. Sisanya tidak ada kejelasan.
Banyaknya peraturan tentang pelarangan praktik penyiksaan dan tindakan kejam lainnya yang diadopsi dari hukum internasional oleh Undang-Undang maupun peraturan lainnya di tingkat nasional, ternyata tidak diimbangi implementasi dan tindakan efektif yang memberikan efek jera.
Menurut Haris, hal ini membuat pelaku semakin meningkat dan merasa aman untuk melakukan pelanggaran terkait penyiksaan.
Menanggapi hal ini, pihak Mabes Polri kembali berjanji akan menindak anggotanya yang menyimpang dan melakukan tindak kekerasan.
"Kita punya peraturan internal, kode etik, sidang disiplin, dan juga ditindak secara eksternal lewat proses peradilan secara umum seperti masyarakat lain karena tidak ada keistimewaan apapun ketika anggota kepolisian melakukan pelanggaran,” kata Kasubdit V Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim, Jayadi.
Editor: Pebriansyah Ariefana