KBR68H – Ditjen Pajak mengakui bukan pekerjaan yang mudah untuk bisa memcapai target penerimaan pajak sekitar Rp 1.000 triliun seperti yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dirjen Pajak Fuad Rahmany mengungkapkan, dua masalah yang dihadapi untuk mencapai target tersebut adalah kurangnya jumlah sumber daya manusia dan masih adanya pegawai pajak nakal.
Fuad menjelaskan, jumlah pegawai pajak di seluruh Indonesia sekitar 32.000 orang. Jumlah itu masih sangat sedikit dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta. Dia memberi perbandingan, Jerman yang mempunyai penduduk 40 juta orang mempunyai 110 ribu pegawai pajak.
“Di Jerman itu, tidak ada satu pun warga negara yang tidak diawasi oleh petugas pajak. Jadi, tidak mudah bagi warga negara disana untuk mangkir bayar pajak. Cina yang jumlah penduduknya 1,5 miliar mempunyai petugas pajak sekitar 900 ribu. Sedangkan di Indonesia, dalam lima tahun terakhir, jumlah pegawai pajak tetap 32 ribu dan hanya ada 10.000 yang turun ke lapangan sebagai Account Representative dan penyidik pajak,”kata Fuad dalam perbincangan dengan pemimpin redaksi sejumlah media massa, beberapa hari lalu.
Fuad menambahkan, dia sudah beberapa kali meminta tambahan 5.000 pegawai untuk Ditjen Pajak. Namun, permintaan itu selalu ditolak oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Kendala lain yang dihadapi adalah masih adanya pegawai pajak yang ditangkap aparat hukum karena menerima suap dari wajib pajak. Kata Fuad, kasus terakhir yang menimpa dua pegawai pajak yang ditangkap membuat sejumlah pegawai pajak menjadi patah arang.
“Mereka menjadi down, karena setelah bekerja keras untuk mengejar target pajak, tiba-tiba muncul kasus Eko yang ditangkap KPK. Mereka sebenarnya sebal dengan Gayus dan juga Eko yang ditangkap karena kasus suap dari wajib pajak. Kalau mereka malas-malasan bekerja, maka ini tentu akan berpengaruh terhadap penerimaan pajak.”jelas Fuad.
Fuad menambahkan, menemukan orang jujur di Ditjen Pajak bukan hal yang mudah. Karena, godaan suap dari wajib pajak sangat menggiurkan. Dia memberi contoh, sebelum kasus penggelapan pajak masuk ke Pengadilan Pajak, wajib pajak biasanya mulai menawarkan penyidik dengan uang dalam jumlah besar.
“Suapnya itu bukan hitungan puluhan juta lagi tapi bisa miliar. Seperti kasus Eko itu, dia akan ditangkap dengan uang Rp 1 miliaran. Karena, wajib pajak harus membayar denda hingga empat kali lipat apabila kasus itu belum masuk persidangan. Nah, mereka pasti akan berupaya bagaimana caranya agar denda itu tidak harus dibayar empat kali lipat. Jadi, wajib pajak itu biasanya menawarkan uang dalam jumlah besar kepada penyidik agar kasusnya tidak sampai masuk ke pengadilan pajak,”jelas Fuad.