Bagikan:

Alarm Keamanan dan Perlindungan Anak di Balik Kasus Grup Fantasi Sedarah

Pemerintah dan kepolisian diminta menjamin keamanan dan perlindungan anak korban kekerasan seksual dan eksploitasi grup Fantasi Sedarah.

NASIONAL

Sabtu, 24 Mei 2025 10:20 WIB

Alarm Keamanan dan Perlindungan Anak di Balik Kasus Grup Fantasi Sedarah

Konferensi pers ungkap kasus asusila dan pornografi di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu (21/5/2025). ANTARA FOTO/Fauzan

KBR, Jakarta – Pemerintah dan aparat penegak hukum diminta memberikan ruang aman dan perlindungan bagi anak-anak korban grup Facebook Fantasi Sedarah. Grup itu menuai sorotan di media sosial dan kini tengah diusut kepolisian.

Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (Asosiasi LBH APIK) Khotimun Sutanti mengatakan pemulihan korban tak boleh dikesampingkan.

“Memang akan pasti akan sulit melacak ya, melacak member-nya. Kalau memang sudah ada korban di sana, ya itu perlu adanya pemulihan. Dan tentunya identitasnya harus dirahasiakan. Kita harus menerapkan undang-undang TPKS juga di sana,” kata Khotimun kepada KBR, Jumat (23/5/2025).

Dia menduga pelaku merupakan sindikat penjual konten-konten pornografi anak. Untuk itu, Khotimun mendorong kepolisian menutup semua akses yang terhubung dengan grup tersebut. Polisi harus mencegah anak-anak lain menjadi korban.

“Saya khawatir ini apakah dia memang konten pribadi. Atau sebetulnya itu ada sindikat di sana. Kita perlu juga untuk mencari tahu ya. Apalagi ada yang mengunggah konten-konten, apa pornografi anak itu sebetulnya? Dari mana sumbernya? Dan juga apakah mereka anak-anak yang dieksploitasi seksual,” tambahnya.

Baca juga:

Menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dian Sasmita, anak-anak rentan menjadi korban eksploitasi di jagad maya. Mereka harus mendapat perlindungan agar tidak menjadi target pelaku kekerasan seksual.

“Kami malah menaruh kekhawatiran juga komunitas ini tidak hanya sebatas menyampaikan atau menarasikan tentang hubungan seksual atau kekerasan seksual sekandung. Namun ada potensi juga para pedofil ini masuk ke dalam komunitas-komunitas ini. Sehingga ini punya kerentanan tambah lagi bagi anak-anak kita,” kata Ciput dalam Talkshow Ruang Publik KBR Media, Senin (19/05/25).

Bagaimana Upaya Pemerintah?

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) mengklaim telah mendampingi para korban.

"Korban-korban yang ditemukan, dirujuk ke kami untuk kemudian dilakukan pendampingan bersama LPSK dan UPTD PPA di daerah sesuai kewenangan dan kebutuhan korban dan keluarganya," kata Asisten Deputi Penyediaan Layanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus di Kementerian PPPA Ciput E Purwianti kepada KBR, Jumat (23/5/2025).

Ciput mengatakan telah berkoordinasi dengan lintas kementerian dan lembaga untuk melindungi korban. Selain menggandeng Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), juga melibatkan  tim siber Polri untuk mengidentifikasi dan menemukan para korban.

“Sesuai kewenangan, yang dapat melakukan pendalaman data dan penyidikan adalah APH. Dan sesuai UU TPKS, Polri dalam 24 jam wajib memastikan para korban mendapatkan perlindungan dari UPTD PPA dan LPSK. Mengingat kasus ini lintas provinsi, maka Kementerian PPPA memiliki kewenangan mengoordinasikannya. Kami hargai proses hukum dan tanpa bermaksud mengintervensi, selalu koordinasi jemput data,” kata Ciput.

Data jumlah pelaku kekerasan berdasarkan hubungan di tahun 2024. Sumber: SIMFONI-PPA

Ciput mengatakan kementeriannya telah berkomunikasi dengan META sebagai pemilik platform Facebook untuk menemukan identitas anggota grup tersebut. Ia menduga banyak anak-anak di dalam grup itu yang menjadi korban pelecehan seksual. 

Kementerian PPPA akan memberikan layanan rehabilitasi dan dukungan psikososial.

“Dan penjagaan sekunder bagi yang memang sudah ternyata terjadi. Screening-nya pasti akan sangat masif. Kami bisa menggerakkan semua sumber daya bidang perlindungan perempuan dan anak yang ada di seluruh Indonesia untuk bisa bergerak bersama-sama melakukan pendampingan. Dan juga penjagaan-penjagaan primer yang bisa dilakukan. Itu yang jadi harapan kami saat ini. Ingin menemukan anak-anak ini dan keluarganya,” kata Ciput dalam Talkshow Ruang Publik KBR Media, Senin (19/5/2025).

    Berdasarkan data SIMFONI-PPA, kasus kekerasan seksual pada tahun 2023 tercatat sebanyak 13.156 kasus. Jumlahnya meningkat menjadi 14.459 di tahun berikutnya. Sepanjang tahun ini, kasus kekerasan seksual yang tercatat mencapai 4.381 (hingga 24 Mei 2025).

    Langkah Polri Melindungi Korban Anak

    Polri menangkap enam tersangka pada kasus grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ dan ‘Suka Duka’. Grup itu merekam, membagikan, hingga menjual konten pornografi hubungan seksual sedarah, asusila, dan eksploitasi anak.

    Para tersangka melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Undang-Undang Pornografi, Undang-Undang Perlindungan Anak, serta Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Mereka terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp6 miliar.

    Direktur Tindak Pidana Perdagangan Perempuan dan Anak (PPA) dan Pidana Perdagangan Orang (PPO) Polri Nurul Azizah menyebut ada beberapa korban anak usia 7 hingga 12 tahun.

    Ia mengklaim Polri memiliki sejumlah langkah konkret memberikan perlindungan kepada korban. Salah satunya menelusuri alat bukti digital untuk mengidentifikasi korban yang tersebar di berbagai daerah.

    “Kemudian juga kami melakukan koordinasi dengan Kementerian PPPA dan pemerintah daerah dalam rangka integrasi penanganan dan perlindungan korban melalui penjangkauan dan asesmen kebutuhan korban. Yang meliputi pendampingan korban, pendampingan psikologi, pendampingan hukum rehabilitasi medis dan sosial, serta penyediaan rumah aman apabila diperlukan,” kata dia saat konferensi pers di Mabes Polri, Rabu (21/5/2025).

    Polisi menampilkan barang bukti kasus asusila dan pornografi di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu (21/5/2025). ANTARA FOTO/Fauzan

    Nurul bilang, Polri juga mendampingi keluarga korban dan menggandeng tokoh masyarakat setempat untuk membangun lingkungan yang aman. Sebab terduga pelaku dalam kasus ini adalah orang terdekat atau anggota keluarga sendiri.

    Nurul menyebut, saat ini orang tua korban belum bersedia anaknya dimintai keterangan. Mereka khawatir kondisi psikologis anaknya makin terganggu.

    Wawancara akan dilakukan ketika kondisi anak sudah stabil, dengan pendampingan psikolog. Nurul memastikan, penanganan kasus ini akan mengunakan pendekatan ramah anak.

    Ia juga bilang, Polri berkoordinasi dengan LPSK untuk melindungi korban anak, termasuk memenuhi hak atas restitusi.

    “Kemudian juga melakukan koordinasi dengan psikologi klinis kementerian PPPA Untuk pelaksanaan pemeriksaan psikologi forensik dan penyusunan psychological profiling, melakukan koordinasi dengan rumah sakit terkait pelaksanaan visum,” tambahnya.

    Nurul mengimbau masyarakat untuk mengutamakan keselamatan korban dan tidak melindungi pelaku. Ia memastikan negara hadir memberi perlindungan, menggalang dukungan keluarga dan masyarakat, menegakkan hukum tanpa kompromi, serta mengedukasi anak dan masyarakat sejak dini.

    “Kemudian gunakan layanan-layanan resmi untuk melaporkan apabila menyaksikan atau mengalami sendiri. Kemudian ajak semua pihak bersatu untuk melindungi korban. Dan stop intimidasi serta penghalangan laporan,” tambahnya.

    Baca juga:

      Kirim pesan ke kami

      Whatsapp
      Komentar

      KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

      Kabar Baru Jam 7

      Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

      Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

      Menguji Gagasan Pangan Cawapres

      Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

      Most Popular / Trending