Bagikan:

Puluhan Desa di Cilacap Dipaksa Bedol Desa Pasca Peristiwa ‘65

Berdalih nasionalisasi aset, tentara memaksa warga meninggalkan kampung asalnya.

BERITA | NASIONAL

Senin, 09 Mei 2016 10:02 WIB

Puluhan Desa di Cilacap Dipaksa Bedol Desa Pasca Peristiwa ‘65

Untuk pertama kalinya pemerintah Indonesia menyelenggarakan simposium tentang Peristiwa 1965, yang melibatkan para penyintas, Senin (18/04) di Jakarta.Foto: KBR

KBR, Cilacap– Ribuan warga di puluhan desa Cilacap, Jawa Tengah dipaksa bedol desa antara 1965 hingga 1967 lantaran dituduh terlibat G30SPKI. Mereka dipaksa pindah ke semacam perkampungan konsentrasi yang disebut sebagai kampung Dampungan atau Tampungan.

Direktur LSM Serikat Tani Merdeka (SeTam) Cilacap, Petrus Sugeng mengungkap hingga kini puluhan kampung bernama Tampungan masih ada, terutama di empat kecamatan Kabupaten Cilacap, yakni Kecamatan Cimanggu, Majenang, Wanareja, Cipari dan Kecamatan Dayeuhluhur. 

“Ya kalau (kampung) penampungan itu banyak terjadi banyak di daerah PT dan PTPN ya. Itu juga sama, terjadi pada saat nasionalisasi aset DI TII dan nasionalisasi aset G30SPKI." Tutur Sugeng, Senin (9/5/2016)  

Sugeng bercerita, berdalih nasionalisasi aset, tentara memaksa warga meninggalkan kampung asalnya. Lalu, saat kondisi sudah mulai tenang, warga kembali lagi ke kampungnya. Namun, pasca peristiwa 1965, warga dipaksa keluar lagi dari desanya masing-masing. Saat ini, tanah tersebut dikuasai oleh TNI AD.

"Untuk dalih keamanan warga masyarakat di tapungkan di salah satu tempat penampungan. Bahwa orang-orang yang mengambil atau mengelola lahannya kembali dicap sebagai orang PKI.” Ujarnya.

Sementara, aktivis reforma agraria Cilacap, Hirzudin mengklaim pihaknya memiliki bukti fisik dan nonfisik kepemilikan ribuan hektar lahan lahan yang kini telah menjadi perkebunan karet dan kakao yang dikelola perusahaan negara dan asing tersebut.

Bukti fisik dimaksud antara lain, petuk tanah (surat tanah yang ditandatangani lurah pada masa lalu-red). Selain itu, di tengah perkebunan juga masih ditemukan bekas sumur, pondasi mushola, genteng rumah, dan pemakaman umum. 

"Bukti lainnya adalah saksi hidup yang menyaksikan dan menjadi korban peristiwa pengusiran warga dari tanahnya."kata Hirzudin.

Hirzudin menambahkan, korban pengusiran telah melakukan beberapa kali audiensi dengan Badan Pertanahan Nasional, bupati dan gubernur, DPRD dan DPR RI. Namun, hingga kini, dari delapan ribu tanah sengketa, baru 400 hektar yang dikembalikan kepada warga melalui program redistribusi tanah. 

Editor: Malika

Attachments area

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending