KBR, Jakarta - Pemerintah akan memverifikasi laporan masyarakat mengenai jumlah korban dan kuburan massal pasca tragedi 1965. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Luhut Binsar Pandjaitan mengaku akan bertemu sejumlah pihak yang memiliki data mengenai kubur massal tersebut.
"Akan ada teman-teman yang bakal memberikan daftar dari tempat-tempat kuburan massal. Saya sendiri yang akan menerima daftar itu untuk memverifikasi. Kita ingin realistis angkanya itu kira-kira berapa. Kalau nanti sudah melihat itu semua kita mungkin sampai pada angka berapa ya sudah itu," ujarnya kepada wartawan usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana hari ini, Senin, 2 Mei 2016.
Pemerintah, menurut Luhut, tidak menutup kemungkinan penyelesaian kasus kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM) berat melalui jalur yudisial. "Nanti kita tinggal mencari kalau masih ada yang bisa yudisial ya kita yudisial, kalau tidak bisa ya sudah nonyudisial," katanya. Namun, pemerintah tidak bisa menjamin penyelesaiaan kasus tersebut dapat memuaskan semua pihak.
"Banyak aspek kemanusiaannya yang harus diselesaikan, jadi tidak usah kita ribut-ribut karena kita akan menyelesaikan dengan kearifan. Kita tentu tidak mencari siapa yang salah, tapi itu kalau di balik kita melihat di 50 tahun lalu itu adalah persoalan politik. Tentu siapa yang menang pasti akan berbuat kepada siapa yang kalah dan itu kalau kita mau membawa kepada suasana sekarang tentu juga tidak adil karena suasana saat itu dengan suasana sekarang sangat berbeda," ujarnya.
Kemenkopolhukam bakal menghubungi keluarga korban setelah mengidentifikasi kuburan massal. Dia juga meminta kepada masyarakat agar tidak termakan isu yang mengatakan bahwa pemerintah bakal menghidupkan kembali PKI.
"Untuk meluruskan angkanya, jadi jangan bangsa ini seolah-olah bangsa pembunuh dengan mengatakan ratusan ribu yang meninggal atau jutaan malah. Tapi jangan ada pikiran ini mau melindungi PKI dan menghidupkan lagi PKI, tidak ada pikiran ke situ sama sekali. Saya ulangi tidak ada pikiran ke situ sama sekali," pungkasnya.
Editor: Damar Fery Ardiyan