KBR, Jakarta- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menganggap Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana dikembalikan ke masa Orde Baru. Pasalnya kata Komisioner Komnas HAM , Roichatul Aswidah, pemerintah memasukan kembali beberapa pasal yang sebenarnya sudah dicabut sebelumnya.
Dia khawatir, kebebasan berekspresi di Indonesia yang menghidupkan masa reformasi kembali terkekang.
"Ini yang membuat saya khawatir karena draft RUU KUHP memasukkan beberapa pasal yang harusnya dicabut malah dimasukkan kembali. Kita jangan menarik mundur kemajuan yang sudah dicapai. Karena yang menghidupi demokrasi itu kebebasan berekspresi," ujarnya kepada wartawan di Cikini, Jakarta.
Kata dia beberapa pasal yang dimasukan kembali diantaranya adalah pasal penghinaan terhadap presiden dan kejahatan terhadap simbol negara. Meski dia setuju bahwa presiden dan simbol tidak boleh dihina dan dilecehkan, hal tersebut harus ditelaah lebih lanjut dan tidak perlu dimasukan dalam ranah pidana. Pasalnya kata dia, ranah ini kerap disalahgunakan pemerintah untuk membungkam dan tidak bisa dikritik.
"Kita memang tidak boleh ngomong seenaknya. Kita tidak boleh berekspresi seenaknya karena kita dibatasi hak dan kebebasan berekspresi orang lain. Itu memang klausul pembatas yang paling baik. Tetapi di seluruh dunia sudah sepakat masalah tersebut bukan lagi masalah pidana," ujarnya.
Selain itu kata dia, maraknya penangkapan, pembubaran acara dan penyitaan buku yang dilakukan oleh aparatur negara mengakibatkan kebebasan berekspresi semakin terkekang. Padahal kata dia, kebebasan berekspresi merupakan salah satu hak asasi manusia yang dilindungi oleh konstitusi.
"Kondisi ini seakan membuat lupa bahwa Indonesia telah melewati 18 tahun usia reformasi," ujarnya.
Editor: Rony Sitanggang