KBR, Jakarta- Anggota komisi VII DPR RI Kuswiyanto mengaku
setuju kejahatan seksual terhadap anak masuk dalam kategori kejahatan luar
biasa. Meski begitu, ia juga mengatakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang
diusulkan Komnas Perempuan belum masuk pembahasan di komisinya. Karenanya,
untuk merespon kondisi darurat kekerasan seksual, presiden perlu segera
mengambil keputusan strategis tanpa menunggu RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
dibahas komisi VIII.
"Jadi presiden, pemerintah tidak usah menunggu Undang Undang ini karena
prosesnya tentu butuh waktu karena itu harus ada persetujuan antara Pemerintah
dengan legislatif. Tentu pemerintah harus segera membikin langkah-langkah yang
strategis, langkah yang taktis untuk melakukan sesuatu, melindungi seluruh
warga negara Indonesia. Bisa membuat Keputusan Presiden yang berkaitan dengan
itu semua atau sementara bisa menggunakan UU kekerasan anak dalam Rumah Tangga,
Bisa UU Kriminal dan lain-lain," ungkap Kuswiyanto kepada KBR (10/5/2016)
Menurut catatan Komnas Perempuan, pengaduan kasus kekerasan seksual trennya meningkat
tiap tahun. Bahkan di tahun 2015 pengaduan kekerasan seksual semakin tinggi
dengan perkiraan pertambahan sekira 10 persen. Karena itulah, Komisioner Komnas
Perempuan, Mariana Amiruddin mengatakan, Komnas HAM bersikeras UU
Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkannya. Sebab kata Mariana, dalam
draf RUU itu telah mengakomodir hukuman yang setimpal bagi tiap jenis kekerasan
seksual.
“Isinya itu poinnya lebih kepada pemidanaan yang sifatnya memiliki tingkatan karena kekerasan seksual kan tidak hanya perkosaan saja. Misalnya pelecehan seksual, ada penyiksaan seksual. Ada delapan poin tentang kekerasan seksual yang pemidaannya beda-beda. Jadi kalau dibilang komprehensif iya karena kami yang paling duluan mengenal bentuk-bentuk kekerasan seksual dan kami sudah tahu bagaimana bentuk hukuman yang pas dari setiap jenis kekerasan seksual itu," jelas Mariana.
Editor: Malika