KBR, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo menilai, kebijakan kepala daerah harus memiliki dasar hukum yang jelas. Pernyataan ini menanggapi kesepakatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan para pengembang reklamasi, soal kewajiban kontribusi tambahan dalam menjalankan proyek pemerintah.
"Seyogyanya, semua tindakan itu kalau belum ada hukumnya, belum ada dasar peraturannya, itu bisa dibuat. Kalau di tingkat pusat kalau belum ada peraturannya kan kita bisa buat perda, bisa buat pergub," imbuhnya.
Bagaimanapun juga, Agus menegaskan, landasan peraturan harus terlebih dulu disiapkan.
"Jangan Kemudian kalau kita sebagai birokrat bertindak sesuatu tanpa acuan peraturan perundang-undangan kan nggak boleh. Nah kalau nggak ada peraturannya. Itu kita ada tanda tanya besar," kata Agus Rahardjo usai memimpin upacara Hari Kebangkitan Nasional di Gedung KPK Jakarta, Jumat (20/5).
Idealnya, lanjut Agus, harus ada peraturan daerah (perda) atas suatu kebijakan kepala daerah. "Peraturan harus disiapkan dulu. Itu yang sempurnanya seperti itu," tegas bekas Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah tersebut.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok meminta pengembang reklamasi di pantai utara Jakarta untuk membiayai sejumlah proyek Pemprov. Perjanjian itu diibaratkan Ahok sebagai "perjanjian preman". Kesepakatan itu adalah barter dari kontribusi tambahan sebesar 15 persen dari nilai jual obyek pajak (NJOP) bagi pengembang.
Pengembang tersebut antara lain, PT Agung Podomoro Land, PT Jakarta Propetindo, PT Taman Harapan Indah dan PT Jaladri Eka Paksi. Sementara proyek pemprov terkait pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum.
Ahok mengklaim, tindakan itu sebagai diskresi atau keputusan yang dilakukan penyelenggara negara untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi pemerintahan.
Meski begitu, Agus tetap mengatakan, putusan diskresi memiliki batas-batas tertentu. "Diskresi kan ada rambu-rambunya," imbuhnya.
Editor: Nurika Manan