KBR, Jakarta - Ahli Hukum Pidana, Agustinus Pohan menilai upaya
rekonstruksi kepolisian Sulawesi Selatan dan Barat terkait kasus dugaan
pemalsuan dokumen yang melibatkan Ketua KPK nonaktif Abraham Samad
berkekuatan hukum lemah. Alasannya, rekonstruksi itu tidak melibatkan
Abraham sebagai tersangka dan diduga hanya dilakukan sebagai formalitas
untuk mendukung apa yang diyakini penyidik. Bukan mencari fakta
kebenaran kasus. Sehingga hal tersebut menurutnya, tidak bisa dijadikan
acuan untuk proses hukum selanjutnya.
"Rekonstruksi
yang dilakukan polisi bukan rekonstruksi yang obyektif. Tapi
rekonstruksi versi penyidik. Ini dilakukan hanya untuk mendukung apa
yang diyakini oleh penyidik. Tapi kan, di pengadilan yang dicari bukan
versi nya penyidik. Melainkan kebenaran yang sebenarnya. Kalau disebut
lazim ya memang tidak lazim. Karena lazimnya kan rekonstruksi melibatkan
tersangka. Dalam hal ini kan tersangka nya bukan menolak, tapi memang
tidak dilibatkan. Saya yakin bahwa rekonstruksi yang dilakukan berbeda
dengan keterangan Abraham Samad," katanya ketika dihubungi KBR, Minggu (17/5/2015).
Sebelumnya,
kuasa hukum Ketua KPK nonaktif Abraham Samad menolak upaya rekonstruksi
Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat. Salah satu kuasa hukum
Abraham, Abdul Azis beralasan, rekonstruksi tersebut sama sekali tidak
melibatkan tersangka, yakni Abraham Samad dan Feriyani Lim. Bahkan kata
dia, upaya rekonstruksi yang dilakukan oleh polisi dilakukan tanpa ada
pemberitahuan sebelumnya. Ketua KPK nonaktif Abraham Samad dijerat
dengan tuduhan pemalsuaan administrasi kependudukan. Abraham dituduh
membantu tersangka utama, Feriyani Lim, menerbitkan KK dan KTP, saat
mengurus perpanjangan paspor di Makassar pada 2007 silam.
Editor: Malika