KBR, Jakarta- Serikat Pekerja Indonesia Luar Negeri (SPILN) menuntut keseriusan
pemerintah melindungi anak buah kapal yang bekerja di kapal asing. Ketua
Dewan Penasihat SPILN Iskandar Zulkarnaen mengatakan, pemerintah lebih
peduli pada warga negara asing ketimbang warganya yang diperbudak di
luar negeri, seperti dalam kasus Benjina. Padahal kata dia, para ABK di
kapal asing juga mengalami perbudakan yang sama. Di hari buruh
internasional ini, SPILN menyerukan agar para ABK bersuara menuntut
hadirnya negara.
"Kami
berharap di hari may day ini bisa menjadi tonggak teman-teman pelaut
Indonesia, mereka harus cerdas, harus mencari tahu, harus berani, ketika
mereka hak-haknya itu tidak terpenuhi. Mereka membutuhkan kehadiran
pemerintah saat ini. Tapi sangat disayangkan pemerintah mungkin lebih
hadir untuk warga negara asing, bukan warga negaranya," kata Iskandar
Zulkarnaen ketika dihubungi KBR, (1/5).
Ketua Dewan Penasihat
Serikat Pekerja Indonesia Luar Negeri Iskandar Zulkarnaen menambahkan,
pihaknya menuntut revisi undang-undang no. 39 tahun 2004 tentang
penempatan dan perlindungan tenaga kerja. Kata dia, undang-undang
tersebut belum mengatur secara spesifik perlindungan untuk ABK.
"Di UU 39 tahun 2004, sebenarnya itu lebih memperlihatkan bagaimana
perlindungan para pekerja di darat, bukan di laut. Jadi ketika para
pelaut ini punya masalah, departemen tenaga kerja, BNP2TKI, menteri
perhubungan, dan Kemenlu, mereka akan lempar tanggung jawab. Dan
akhirnya kita nggak tahu siapa yang harus menyelesaikan," lanjut
Iskandar.
Editor: Dimas Rizky