KBR, Jakarta- Pandangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk
menggantikan sistem demokrasi dengan khilafah yang berdasarkan syariah
Islam dinilai menghancurkan prinsip nasionalisme dan demokrasi di
Indonesia. Aktivis muda NU sekaligus aktivis pluralisme, Guntur Romli
menyatakan langkah gerakan HTI tersebut tidak sesuai dengan keberagaman
bangsa Indonesia.
"Dalam
sistem khilafah Hizbut Tahrir, Khalifah merangkum semua kewenangan tiga
itu; yudikatif, eksekutif, legislatif. Anda bisa bayangkan. Gerakan
seperti Hizbut Tahrir dalam konteks ke-Indonesiaan bisa dianggap suatu
penghancuran terhadap nasionalisme dan demokrasi di Indonesia karena HTI
memandang demokrasi sebagai sistem yang kafir. Menurut saya ini
persoalan yang serius," ujarnya kepada KBR, Kamis (28/5).
Sebelumnya, dalam perbincangan dengan
KBR, juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto
menyatakan sistem demokrasi tak sesuai dengan prinsip agama Islam. HTI
berniat menegakkan khilafah berdasarkan syariah Islam di Indonesia.
Sepanjang bulan Mei 2015, Hizbut Tahrir Indonesia menyelenggarakan Rapat
dan Pawai Akbar (RPA) di 36 kota di seluruh Indonesia. Menurut HTI,
visi dan misi ini penting untuk terus ditegaskan dan dikokohkan terlebih
di tengah arus besar yang tengah mengancam keselamatan negeri ini,
yakni neoliberalisme dan neoimperialisme.
Editor: Dimas Rizky