KBR, Jakarta – Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menyebut Indonesia kecolongan impor batu bara hingga 50 juta ton per tahun.
Juru Bicara Perhapi Disan Budi Santoso mengatakan, ini terlihat dari perbedaan angka ekspor yang dicatat Indonesia dengan angka impor batu bara dari Indonesia yang dicatat Tiongkok dan Singapura.
Disan mengatakan lebih sulit untuk memberantas mafia batu bara daripada mafia minyak dan gas, karena pemainnya kecil-kecil dan banyak. Selain itu mereka pun berkomplot dengan aparat keamanan dan birokrasi.
“Justru menurut saya batu bara lebih sulit (menangkap mafianya). Karena banyak pemaiannya, kecil-kecil. Kalau di migas kan gampang, paling 1-2-3-4-5. Kalau di batu bara kan, siapa? Haji-haji di Kalimantan Selatan, aparat kepolisian, kejaksaan, ini semuanya bermain," kata Susan.
"Mereka juga saling melindungi. Akibatnya ya tadi, jadi catatan pemerintah Indonesia dan Cina tidak match. Artinya apa? Kecolongan. Sampai 50 juta ton per tahun. Masa diselundupin 50 juta ton?,” kata Disan kepada KBR, Minggu (24/5/2015).
Disan menambahkan, ia sudah pernah melaporkan pada Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM. Namun didiamkan dan tidak ditindaklanjuti.
Menurutnya, ekspor batu bara ilegal itu dilakukan selayaknya pencurian ikan, yaitu melakukan bongkar muat batu bara di laut.
Editor: Agus Luqman