Bagikan:

Febby Yonesta: Kasus Novel Hanya Dikorek-korek

“Ini adalah bentuk kesewenang-wenangan yang harusnya tidak dilakukan oleh kepolisian. Ini kasus yang dikorek-korek, untuk digunakan pada momentum yang tepat."

BERITA | PROGRAM | REFORMASI HUKUM DAN HAM | NASIONAL

Senin, 04 Mei 2015 12:30 WIB

Author

Eka Fikriyah

Febby Yonesta: Kasus Novel Hanya Dikorek-korek

Warga mengenakan topeng bergambar penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan dengan membentang bingkai bertuliskan Bebaskan Novel Baswedan. ANTARA FOTO

KBR, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menghadapi persoalan. Pada Jumat pekan lalu, penyidik KPK, Novel Baswedan ditangkap Bareksrim Mabes Polri. Namun situasi mereda setelah tekanan publik yang keras membuat Presiden Jokowi ikut bersuara meminta Polri tak menahan Novel Baswedan.

Hanya saja, hingga lebih dari 24 jam, Polri tak juga membebaskan Novel. Padahal, menurut Ketua LBH Jakarta, Febby Yonesta, kasus yang menimpa Nobel adalah bentuk kriminalisasi terhadap lembaga KPK.

“Upaya untuk mengkriminalkan Novel Baswedan, bukan untuk pertama kali. Kentara sekali bahwa proses hukum Novel adalah usaha kriminalisasi dan proses hukum yang dipaksakan walau fakta-fakta di lapangan menunjukkan Novel bukan orang yang bertanggung jawab terhadap penganiayaan yang mengakibatkan orang meninggal,” ujar Febby saat berbincang bersama KBR pada program Reformasi Hukum dan HAM, Senin (4/5/2015).

“Ini adalah  bentuk kesewenang-wenangan yang harusnya tidak dilakukan oleh kepolisian. Ini kasus yang dikorek-korek, untuk digunakan pada momentum yang tepat,” tambahnya.

Selain itu, Febby juga menilai Kabareskrim, Budi Waseso melempar penyataan yang belum terbukti benar.

Ia mencontohkan, Kabareskrim menyebut Novel mempunyai empat rumah dan akan digeledah. Sedangkan menurut informasi yang didapat LBH Jakarta, Novel cuma memilik satu rumah. Bagi Febby, hal ini hanya untuk merusak reputasi Novel di mata publik.

“Ini suatu kondisi kritis yang harusnya publik bisa melihat secara jeli dan menyampaikan suara. Untuk itu kami menyerukan elemen masyarakat sipil untuk terus waspada, jangan lengah, bahwa kriminalisasi belum berhenti. Publik harus bergerak bersama untuk hentikan kriminalisasi, tak hanya membuat pernyataan di media saja,” ujar Febby.

Sementara itu, salah satu kuasa hukum Novel Baswedan, Rasamala Aritonang, saat ini sedang mengkaji peluang-peluang hukum yang bisa dikritisi untuk menyelamatkan Novel, tak hanya praperadilan saja. Misalnya dalam hal menyampaikan komplain kepada lembaga-lembaga lain yang berwenang, seperti Komnas HAM, Ombudsman dan lain-lain.

“Kita akan melihat dulu konteks upaya hukumnya, baru akan kita tempuh," ujar Rasamala.



Editor: Quinawaty Pasaribu 

Kirim pesan ke kami

Whatsapp
Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

Kabar Baru Jam 7

Strategi Perempuan Pengemudi Ojol Mengatasi Cuaca Ekstrem (Bag.4)

Arab Saudi Bangun Taman Hiburan Bertema Minyak di Tengah Laut

Menguji Gagasan Pangan Cawapres

Mahfud MD akan Mundur dari Menkopolhukam, Jokowi: Saya Sangat Hargai

Most Popular / Trending